Jum'at, 26/04/2024 18:35 WIB

Tokoh Masyarakat dan Agama Punya Peran Penting Kendalikan Kasus Kematian Babi

Selama ini pengendalian penyakit hewan lebih banyak mengandalkan aspek teknis saja, padahal aspek lain seperti sosial budaya dan dukungan politis tidak kalah pentingnya.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita saat bertemu para tokoh dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Penyakit Babi Wilayah Bali dan NTT, Jumat 6 Maret 2020. (Foto: Humas).

Jakarta, Jurnas.com - Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Direktu PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), I Ketut Diarmita mengajak tokoh masyarakat, agama, dan adat ikut andil dalam pengendalian penyakit hewan.

Ketut mengatakan, selama ini pengendalian penyakit hewan lebih banyak mengandalkan aspek teknis saja, padahal aspek lain seperti sosial budaya dan dukungan politis tidak kalah pentingnya.

"Saya berharap para tokoh masyarakat, agama, dan adat yang hadir khususnya dari Bali dan NTT dapat mendukung upaya pencegahan dan pengendalian penyakit yang saat ini mengakibatkan kematian babi di Bali dan NTT," ujar Ketut saat bertemu para tokoh dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Penyakit Babi Wilayah Bali dan NTT, Jumat (6/3).

Ketut mengatakan, Kementan sangat fokus dalam penanganan penyakit yang mengakibatkan kematian pada Babi. Kejadian tersebut berawal di Sumatera Utara pada akhir 2019, yang kemudian dinyatakan secara resmi sebagai wabah African Swine Fever (ASF).

Menurutnya, ASF merupakan penyakit yang sudah lama ada, diawali di Afrika pada tahun 1920-an, penyakit ini menyebar ke Eropa dan akhirnya dalam beberapa tahun terakhir masuk ke dan menyebar di Asia.

"Penyakit ASF ini sangat menular, dan sampai saat ini belum ada obat atau vaksinnya. Sekali masuk ke suatu wilayah sangat sulit diberantas. Indonesia sudah mempersiapkan diri menghadapi masuknya penyakit tersebut sejak merebak di China pada akhir 2018," ujar Ketut.

Sejak itu, Kementan membuat Surat Edaran kewaspadaan penyakit ASF, memberikan Bimtek dan Simulasi Penyakit ASF kepada petugas, melakukan sosialisasi secara langsung kepada petugas dan peternak, serta memberikan sosialiasasi terkait ASF kepada dinas PKH di daerah.

"Kita juga telah siapkan bantuan desinfektan, sprayer, alat pelindung diri dan bahan pendukung lainnya, serta dana tambahan untuk pencegahan dan pengendalian ASF," tambah Ketut.

Kementan juga berkoordinasi dan meminta Karantina Pertanian untuk terus meningkatkan pengawasan terhadap barang bawaan penumpang pesawat atau kapal laut dari luar negeri yang membawa produk segar dan olahan babi, serta meminta stakeholder lain melakukan pengawasan penggunaan sisa-sisa makanan sebagai pakan babi.

Selain itu, pemerintah juga memikirkan jalan untuk pemulihan ekonomi bagi peternak dan pekerja di peternakan tersebut. Bagi peternak terdampak, telah diberikan bantuan penguburan atau pembakaran bangkai.

"Saat ini kita akan coba fasilitasi dengan pihak bank agar ada kebijakan yang meringankan peternak terkait kredit, pemberian kredit dengan bunga murah bagi peternak yang mau memulai usaha kembali, dan fasilitasi asuransinya," ucapnya.

Sekedar diketahui, menurut data dari Kementan, jumlah kematian babi akibat ASF di Sumut sekitar 47.534 di 21 kabupaten/kota dan NTT senbayak 3.299 di enam kabupaten/kota.

Sementara di Bali, angka kematian babi akibat penyakit yang disebut peternak sebagai Grubug Babi yang dinyatakan pemerintah sebagai suspek ASF sudah mencapai 2.804 di delapan kabupaten/kota. 

KEYWORD :

I Ketut Diarmita Tokoh Masyarakat Kematian Babi Penyakit Hewan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :