Kamis, 25/04/2024 14:37 WIB

Perang Dagang AS-China Berdampak Buruk untuk Indonesia

Perang dagang antara AS-Cina kini masuk ke dalam babak baru setelah AS mengenakan tarif bea masuk untuk US$ 200 miliar produk asal China dan dibalas oleh China yang mengenakan bea masuk untuk US$60 miliar produk AS

Presiden China, Xi Jinping dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump (Foto: Getty Images)

Jakarta – Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (Ketum PPP), Muchammad Romahurmuziy menilai kondisi perekonomian global sedang berada di dalam ketidakpastian. Pasalnya, kebijakan ekonomi Amerika Serikat di bawah Donald Trump yang memicu perang dagang dengan China, serta kenaikan suku bunga acuan The Fed membuat ekonomi dunia kembali bergejolak.

Menurutnya, perang dagang antara AS-Cina kini masuk ke dalam babak baru setelah AS mengenakan tarif bea masuk untuk US$ 200 miliar produk asal China dan dibalas oleh China yang mengenakan bea masuk untuk US$60 miliar produk AS. Hal itu menurut Romahurmuziy menjadi kerugian bagi perekonomian Indonesia.

“Padahal, dua negara ini adalah 25% pangsa pasar ekspor Indonesia. Keadaan semakin kompleks ketika model proteksionisme ala Trump menimbulkan efek bola salju ke negara mitra dagang Indonesia lainnya. India misalnya, mengenakan bea masuk yang cukup tinggi bagi produk sawit Indonesia,” ujar ketum PPP pada Pembukaan Rapimnas III dan Santiaji Nasional Calon Anggota Legislatif PPP Jakarta, Kamis (27/09).

“Hasilnya, ekspor minyak sawit dari Januari-Agustus 2018 turun -11,5% secara tahunan. Neraca perdagangan Indonesia dalam 7 bulan terakhir mengalami defisit sebesar US$ 4 miliar. Angka ini melonjak signifikan dibandingkan posisi yang sama tahun lalu yang masih tercatat surplus US$ 9 miliar,” tambahnya.

Anggota Komisi XI DPR RI itu menambahkan selain efek perang dagang, kenaikan harga minyak mentah yang telah menembus US$ 80 per barel memberi tekanan pada impor minyak dan gas (migas). Sejauh ini, defisit migas sudah mencapai US$ 8,3 miliar, melonjak dari 6 US$ 5,3 miliar di posisi yang sama tahun 2017 lalu.

“Masalahnya, kenaikan konsumsi BBM berbanding terbalik dengan kondisi produksi minyak atau lifting dalam negeri yang secara alamiah pasti menurun. Jika tidak segera dilakukan terobosan dalam menahan turunnya dan/atau meningkatkan produksi minyak nasional, penurunan ini akan menjadi masalah serius,” tambahnya.

Selain Indonesia, negara-negara Asia lainnya juga mengalami kerugian salah satunya Iran yang saat ini mengalami gejolak ekonomi lantaran mendapat tekanan dari Amerika Serikat.  

KEYWORD :

Amerika China Perang Dagang




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :