Senin, 29/04/2024 16:17 WIB

Tenaga Pendidik Diminta Bantu Identifikasi dan Tangkal Hoaks

semakin tingginya kemajuan teknologi digital dan penyebaran informasi yang cepat harus didukung pula dengan kecakapan dan kesiapan pengguna internet

Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama GNLD Siberkreasi dan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi menyelenggarakan Webinar Digital Society dengan tema “Cara Mengidentifikasi dan Menangkal Hoaks di Internet bagi Tenaga Pendidik”, pada Kamis (26/08).

Jakarta, Jurnas.com - DIKDAS & DIKMEN Kemdikbud Ristekdikti, Jumeri mengatakan bahwa semakin tingginya kemajuan teknologi digital dan penyebaran informasi yang cepat harus didukung pula dengan kecakapan dan kesiapan pengguna internet dalam menerima dan mendorong masyarakat dalam menyebarkan konten-konten positif di internet.

“Kalau semakin banyak konten-konten positif, insyaallah dampak yang ditimbulkan oleh konten negatif akan dikalahkan oleh dampak positif dari konten-konten positif yang kita sebarkan”, ungkap Jumeri dalam Webinar Digital Society dengan tema “Cara Mengidentifikasi dan Menangkal Hoaks di Internet bagi Tenaga Pendidik”, pada Kamis (26/08).

Di kesempatan yang sama, Dirjen Semuel juga menyampaikan pesannya bahwa salah satu pilar penting dalam mendukung terwujudnya agenda transformasi digital adalah menciptakan masyarakat digital, di mana kemampuan literasi digital masyarakat memegang peranan penting di dalamnya.

“Dalam menghadapi perkembangan teknologi yang sangat cepat, literasi digital merupakan kunci dan pondasi utama yang harus kita semua miliki. Pemerintah akan terus melakukan upaya meningkatkan literasi digital masyarakat lewat berbagai macam inisiatif kegiatan,” kata Semuel.

Teguh Arifiyadi menjelaskan bahwa ada dua model untuk menyaring konten-konten yang ada di internet yaitu model Black List dan White List, dua model ini ada banyak di seluruh dunia. Indonesia sendiri menganut model Black List, di mana setiap konten yang dibuat oleh para pengguna internet pada prinsipnya boleh diunggah atau ditempatkan di mana pun di internet, kecuali yang dilarang.

“Pemerintah punya hak untuk memutus sebuah konten yang berisikan hoaks, memutus itu bisa dengan cara memblokir, membatasi akses, memberikan peringatan atau klarifikasi dan yang terakhir adalah dengan penegakan hukum, jadi tidak selalu berujung terhadap pemidanaan atau penjara tapi bisa juga dengan pencegahan, jadi preventifnya diutamakan”, jelas Teguh.

Teguh juga mengatakan bahwa sebagai pendidik kita punya kewajiban untuk aktif mengklarifikasi atau menanyakan sebuah informasi yang tidak diyakini kebenarannya. Kalau kita sendiri punya informasi yang tidak kita yakini kebenarannya maka lebih baik diam dan tidak menyebarkan apapun.

Septiaji Eko Nugroho menambahkan jika setiap informasi yang kita dapatkan di ruang digital perlu adanya kewaspadaan dan harus skeptis. Bukan menjadi paranoid, tetapi lebih ke arah hati-hati dan cermat.

“Ada 3 step yang dapat dilakukan, yang pertama adalah cek sumbernya dan sebisa mungkin carilah sumber yang memiliki keterangan jelas. Lalu mulailah berpikir kritis, berikan ruang skeptis terhadap informasi yang kita dapatkan di media digital kita. Yang ketiga adalah harus selalu rajin mencari klarifikasi dan faktanya, telitilah sebelum berbagi”, ungkap Septiaji.

Sementara itu Abdul Mukti selaku Pengembang Teknologi Pembelajaran Kemdikbud Ristekdikti juga menambahkan bahwa sebagai pendidik juga perlu teliti dalam mencari bahan, khususnya ketika mencari di online. Misalnya, apakah sumber referensi tersebut memiliki otoritas, apakah sumber tersebut dapat diandalkan, jurnal ilmiahnya telah terakreditasi dan lain sebagainya.

“Contohnya jika anda membaca sejarah namun ditulis oleh orang yang belum jelas, sebaiknya tidak perlu digunakan dan dihindari saja, lebih baik cari referensi lain yang lebih terkenal”, ungkapnya. 

KEYWORD :

Tenaga Pendidik Tangkal Hoaks Konten Positif




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :