Senin, 29/04/2024 18:58 WIB

``Holding`` Sektor Migas Tambah Utang Negara

Kondisi harga gas saat ini seperti diketahui masih mahal berada di atas USD10 per MMBTU

Ilustrasi Kilang Minyak (Istimewa)

Jakarta - Rencana pembentukan holding sektor minyak dan gas cuma menambah rasio utang negara. Skema induk perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) serta PT Pertamina sebagai induknya bakal diprediksi tak seimbang dalam kemajuan aset.

"Jika PGN ke Pertamina, struktur aset Pertamina kuat buat cari utang. Naif, karena hanya untuk cari utang, cari kemana ? Mungkin ke China lagi kayak perbankan BUMN," ujar Dosen Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi di Jakarta, Selasa (4/10/2016).

Jika itu benar, kata Fahmy, maka tujuan pembentukan holding energi agar harga gas menjadi lebih murah tidak akan tercapai. Kondisi harga gas saat ini seperti diketahui masih mahal berada di atas USD10 per MMBTU.

"Kalau benar itu tujuannya tidak atasi permasalahan. Terutama di bidang gas, harga gas USD11-USD12 per MMBTU. Padahal, harga di mulut sumur USD4 per MMBTU, di Singapura USD per MMBTU juga," kata dia.

Menurutnya, persoalan tersebut dapat teratasi dengan adanya sinergi pipa antara PGN dan Pertagas selaku anak usaha Pertamina. Selain itu, juga harus ada perbaikan dari sisi peraturan yang melindungi dari trader yang tidak memiliki infrastruktur.

"Integrasi pipa akan atasi masalah harga dan penyaluran gas. Mengatasinya bukan karena holding. Pertama, sinergikan pipa. Kedua, ada peraturan perlindungan trader tanpa infrastruktur. Jika dibolehkan (trader tanpa infrastruktur), itu jadi biang keladi," ujarnya.

KEYWORD :

Holding BUMN Sektor Migas Fahmy Radhi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :