Kamis, 09/05/2024 14:43 WIB

Akademisi Minta Ada RPP Khusus Air Tanah

Heru mengatakan yang perlu dimasukkan nanti dalam RPP SDA itu adalah implementasi UU secara teknis.

Ilustrasi air (foto: Liputan6)

 

Jakarta, Jurnas.com - Dalam waktu dekat pemerintah dalam hal ini Kementerian PUPR dan para akademisi dari berbagai perguruan tinggi akan menggodok draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan UU No.17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (SDA). Rencananya akan ada beberapa RPP yang akan digodok.

“Dalam waktu dekat akan digodog dulu draft-nya, akan dibentuk tim. Rencana ada beberapa RPP sebagai turunan dari UU SDA,” ujar Ahli Hidrogeologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Heru Hendrayana, Jumat (28/8). 

Heru mengatakan yang perlu dimasukkan nanti dalam RPP SDA itu adalah implementasi UU secara teknis. Karena UU SDA bersifat teknis, maka turunannya adalah penjabaran implementasi UU juga harus secara teknis, dan tentunya tetap mengacu pada amanah Mahkamah Konstitusi (MK) saat pembatalan UU SDA lama. Selain itu, juga pembagian kewenangan setiap kementerian terhadap pelaksanaan UU sesuai tupoksi kementerian, sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan setiap kementerian. “Itu saja menurut saya secara garis besarnya,” tutur Heru.

Heru mengutarakan bahwa dirinya nanti akan konsen di bidang air tanah. Menurutnya, perlu adanya RPP khusus Air Tanah seperti yang dulu pernah ada PP 42 tentang Pengelolaan Air Tanah. “Harus ada yang membahas khusus tentang air tanah. Karena air tanah merupakan sumber air baku paling penting dan menjadi andalan, jadi perlu pengelolaan secara serius,”ucapnya.

Ditanya soal adanya rencana untuk menyatukan kewenangan Sumber Daya Air ini dalam satu atap di bawah Kementeria PUPR, Heru kurang sependapat. Dia menyarankan agar untuk urusan infrastruktur SDA termasuk pengadaan sumber-sumber SDA itu sebaiknya berada di Kementerian PUPR. Tapi untuk urusan konservasi SDA, sebaiknya ada di kementerian lain seperti Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Jadi ijin air tanah sebaiknya tetap di Kementerian ESDM termasuk pengelolaan, pengawasan, dan konservasinya,” katanya.

Sebelumnya, Sekretaris Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Ir. Charisal Akdian Manu, M.Si menyampaikan ada 4 RPP turunan UU No. 17 Tahun 2019 tentang SDA yang akan dibuat .  Keempat RPP itu adalah RPP Pengelolaan Sumber Daya Air ( PSDA), RPP Sumber Air (PP SA), RPP Irigasi, dan RPP Sistem Penyediaan Air Minun (SPAM).

Roga, sapaan akrab Sesditjen SDA ini menyampaikan keempat RPP itu ditargetkan selesai pembahasannya di  internal Kementerian PUPR pada Desember 2020. “Sedang sesuai amanat Undang-Undang, RPP itu harus sudah disahkan pada Oktober 2021,” katanya.

Menurutnya, ada 19 poin penting yang akan dimuat dalam keempat RPP itu nantinya. Poin pertama, PP itu harus memuat hak rakyat atas air. Poin ini terkait Bab III UU SDA mengenai Penguasaan Negara dan Hak Rakyat Atas Air khususnya pasal 8 ayat (7).

Kedua, mengenai penggunaan sumber daya air, yaitu untuk kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan kebutuhan usaha untuk kebutuhan pokok sehari-hari melalui SPAM. “Ini juga terkait Bab III UU SDA di pasal 8 ayat (8),” kata Roga, panggilan akrab Sesditjen SDA.

Ketiga, terkait penugasan pemerintah pusat kepada BUMN di bidang Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) . Poin ini terkait dengan Bab IV UU SDA tentang Tugas dan Wewenang khususnya pasal 19 ayat (5). Selanjutnya keempat, PP juga harus memuat mengenai penyerahan dan pengambilan tugas dan wewenang. Poin ini terkait dengan Bab IV UU SDA di pasal 20 ayat (3).

Kelima, PP harus memuat kriteria dan tata cara penetapan Wilayah Sungai (WS). Poin ini terkait dengan Bab V tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) pasal 22 ayat (5).  Keenam, menyangkut konservasi SDA yang merupakan pelaksanaan dari Bab V UU SDA pasal 27.

Ketujuh, PP harus memuat mengenai pendayagunaan SDA, terkait Bab V UU SDA pasal 34. Kemudian kedelapan yang harus dimuat dalam PP adalah pengendalian daya rusak air, pelaksanaan dari Bab V pasal 37.

Sembilan, mengenai penyusunan pola, rencana, program rencana kegiatan PSDA, terkait Bab V pasal 39 ayat (8). Poin ke-10 soal ijin kelompok masyarakat atas prakarsa sendiri untuk melaksanakan kegiatan konstruksi prasarana SDA dan pelaksanaan nononstruksi, terkait Bab V Pasal 40 ayat (6).

Pon 11, PP harus memuat soal pelaksanaan OP SDA. Poin ini terkait pasal 41 ayat (5) UU SDA. Poin 12 yaitu tentang pemantauan dan evaluasi PSDA. Poin ini terkait dengan Bab V pasal 43 ayat (5) UU SDA.

Selanjutnya poin 13 soal ijin penggunaan SDA untuk kebutuhan bukan usaha, kebutuhan usaha, BUMN, BUMD, BUMDes, Koperasi, Badan Usaha Swasta, dan perorangan. Poin ini terkiat Bab VI soal perijinan  khususnya pasal 53 UU SDA.

Poin 14 soal SISDA yang terkait Bab VII SISDA di pasal 54 ayat (7). Poin 15, PP harus memuat mengenai pengawasan PSDA. Poin ini terkait Bab IX  soal Pendanaan yaitu di pasal 60.

Poin 17, PP juga harus memuat tata cara pelaporan dan pengaduan. Poin ini terkait Bab X mengenai hak dan kewajiban , yaitu di pasal 62 ayat (2). Poin 18 akan diatur mengenai kewajiban masyarakat menggunakan SDA, Poin ini juga terkait Bab X di pasal 62 ayat (2). Di poin 19, PP akan mengatur soal pertisipasi masyarakat dalam PSDA, seperti konsultasi publik, musyawarah, kemitraan, penyampaian aspirasi, pengawasan, dan/atau keterlibatan lain sesuai peratuan UU. Poin ini terkait dengan Bab XI mengenai partisipasi masyarakat, yaitu di pasal 63 ayat (4).

Heru pun melihat ke-19 poin-poin utama itu sudah cukup bagus dan sesuai dengan kaidah pengelolaan SDA terpadu, yaitu integrated water resource management.

KEYWORD :

Air Tanah Kalangan Akademisi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :