Minggu, 19/05/2024 06:42 WIB

Pengamat: Sebelum Bangsa Barat, Demokrasi Sudah Ada di Indonesia

 sejak dulu sudah menerapkan konsep-konsep demokrasi dalam kehidupan pemerintahan raja-raja.

diskusi tentang kebudayaan Mandar di Rumi Institut

Jakarta - Seorang pengamat sejarah, Abdul Karim, mengatakan bahwa dalam penerapan dan asas-asas demokrasi telah ada sebelum Bangsa Barat menginjakkan kakinya di Indonesia. Menurutnya, produk demokrasi yang pada umumnya dikatakan warisan budaya barat, tak lain adalah buah karya dari masyarakat sendiri.

Hal ini berdasarkan dari pembacaan sejarah kerajaan-kerajaan di Indonesia, khususnya sejarah kerajaan balanipa mandar, yang sejak dulu sudah menerapkan konsep-konsep demokrasi dalam kehidupan pemerintahan raja-raja.

"Konsep demokrasi yang kita anut juga bukan sebuah warisan dari barat. Asas kerakyatan, musyarawarah, mufakat, telah diterapkan jauh sebelum pengaruh bangsa Eropa," ujar Karim dalam diskusi Sandek Sulbar bertema "Budaya Mandar dalam Narasi Kemandaran", Sabtu (3/3) di Rumi Institut, Jakarta.

Karim menambahkan, sistem pemerintahan pada XVI-XVII di Kerajaan Balanipa Mandar, salah satunya memakai sistem mara`dia, yang merupakan akar dari benih-benih demokrasi. Dalam sistem pemerintahan tersebut, dikenal beberapa perangkat yang sangat mirip dengan sistem demokrasi yang ada saat ini.

"Dalam sistem pemerintahan Ma`radia dikenal sebuah lembaga hadat yang memiliki wewenang yang sama dengan MPR, bahkan segala kebijakan yang berhubungan dengan kerajaan, harus melalui lembaga ini. Begitu pun ketika seorang raja ingin diangkat dan diturunkan dari jabatannya," lanjut pria asal Polewali Mandar tersebut.

Senada dengan Karim, pengamat budaya, Mabrur Inwan, menyatakan bahwa nilai-nilai demokrasi seperti gotong royong sudah ada sejak dulu di Indoneisa, khususnya di tanah Mandar. Menurutnya, konsep saling membantu itu tertanam dalam nilai siwali parriq (suka dan duka bersama, Red) dalam diri masyarakat Mandar. 

"Di Mandar dikenal istilah Siwali Parriq, khususnya masyarakat pesisir yang notabennya merupakan nelayan. Ketika seorang nelayan pergi ke laut, maka ia akan meninggalkan istrinya di rumah bersama anak-anaknya, sehingga mau tak mau sang istri pun harus berjuang untuk tetap bertahan hidup sembari menunggu sang suami kembali pulang," tutur Mabrur. 

"Tak hanya dalam hubungan suami-istri, masyarakat mandar juga dikenal erat dengan niali kebersamaan, salah satu contohnya ketika ada kegiatan memindahkan rumah, atau membangun rumah, maka sebagian masayarakat akan saling membantu walau tak ada informasi sebelumnya. Semua itu tentu karena adanya kesadaran akan kebersamaan. Dan sudah sejak dulu terjadi," lanjut pria asal Pambusuang, Polewali Mandar tersebut.   

 

KEYWORD :

Demokrasi Sejarah Indonesia




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :