Selasa, 30/04/2024 11:09 WIB

Ketua Komisi X DPR Sebut Penerapan Pakaian Adat Membebani Orang Tua Siswa

Iya, prinsipnya sekolah harus menjadi tempat ramah bagi siswa ya, ramah dalam proses pembelajaran, ramah dalam konteks tidak memberatkan, ramah pada siswa dan orang tua, ramah pada konteks penegakan disiplin dan seterusnya itu.

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda. (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda angkat bicara soal penerapan pakaian adat jadi seragam sekolah oleh Disdik Depok berdasarkan Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022.

Politikus PKB itu menekankan bahwa kebijakan tersebut akan membebani dan merepotkan orang tua murid. Padahal, seharusnya sekolah menjadi tempat ramah bagi siswa.

"Iya, prinsipnya sekolah harus menjadi tempat ramah bagi siswa ya, ramah dalam proses pembelajaran, ramah dalam konteks tidak memberatkan, ramah pada siswa dan orang tua, ramah pada konteks penegakan disiplin dan seterusnya itu. Jadi sesuatu yang sifatnya membebani dan menjadi cost baru di sekolah. Kita minta untuk, apa pun ininya ya, kepentingannya, kita minta dievaluasi," kata Huda kepada wartawan, Rabu (17/4).

Dia juga mengkritisi penerapan pakaian adat jadi seragam yang tidak memperhatikan faktor siswa mampu dan tidak mampu. Karenanya, dia merasa penerapan pakaian adat terlalu jauh.

"Jadi apa punlah dalihnya, misal menyangkut pakaian adat dan seterusnya itu, jadi semangatnya ini bukan sesuatu yang sifatnya wajib dilaksanakan di sekolah, karena kita tahu seragam nasional itu dipakai mulai Senin-Kamis. Artinya, sebenarnya hanya ada sisa satu hari kan hari Jumat, gitu. Nah, kalau lalu hanya satu hari dan itu dimaknai harus gunakan pakaian adat, saya kira tidak harus sampai sejauh itu," jelasnya.

Kemudian, dia juga mengomentari terkait Pasal 12 Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022 tentang pengadaan pakaian seragam sekolah menjadi tanggung jawab orang tua wali murid tetapi bisa dibantu oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dia menilai aturan itu berarti harus dikaji betul-betul oleh pihak sekolah.

"Ya karena itu jadi saya kira konteksnya tidak wajib dan ini fleksibel, betul-betul pihak sekolah, satuan sekolah mengkaji betul kira-kira apakah kebijakan ini memberatkan atau tidak, toh itu hanya sehari juga sebenarnya. Jumat atau peringatan hari-hari tertentu kan sebenarnya. Kalau saya usul sudah pakai baju biasa saja, iya atau batik betul," ujarnya.

Selain itu, Huda juga menilai penerapan pakaian adat ini tidak cuma membebani, tetapi juga merepotkan orang tua murid. Dia pun menganggap Kemendikbudristek tidak konsisten terkait isu ekstrakurikuler Pramuka yang ditiadakan karena alasan membenani.

"Merepotkan, di daerah itu kan ini menjadi unit komersial lagi yang terjadi itu, kita ingin hindari itu. Nah Kemendikbud saya kira tidak konsisten ya, ketika dia melarang ekstrakurikuler Pramuka, salah satu yang mereka tidak mau kan pengadaan seragam pramuka itu dan kegiatannya katanya membebani, gitu," jelasnya.

"Sekali lagi, kalau perlu, Kemendikbud buat surat edaran baru yang intinya semua hal yang terkait dengan pengadaan seragam dan seterusnya, saya kira tidak perlu dijadikan opsi, biar itu menjadi sesuatu yang berjalan biasa di sekolah dan sekali lagi sekolah harus terbebas ramah dari semua yang semangatnya komersial dan membebani siswa dan orang tua siswa," lanjut dia.

Pakaian Adat Jadi Seragam di Depok

Sebelumnya diberitakan, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Depok akan menerapkan pakaian adat untuk seragam pelajar jenjang SD, SMP dan SMA. Penerapan pakaian adat untuk seragam pelajar ini akan berlaku pada tahun ajaran baru.

"Jenis baru mengenai seragam sekolah yang akan digunakan oleh para siswa jenjang SD hingga SMA tersebut adalah pakaian adat," kata Kadisdik Kota Depok Siti Chaerijah saat dihubungi wartawan, Rabu (17/4).

 

 

 

KEYWORD :

Warta DPR Ketua Komisi X Syaiful Huda pakaian adat seragam sekolah siswa




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :