Rabu, 22/05/2024 01:12 WIB

Eks Dirut Amarta Karya Didakwa Rugikan Negara Rp46 Miliar

Tindak pidana itu diduga dilakukan Catur bersama-sama dengan Direktur Keuangan PT. Amarta Karya, Trisna Sutisna; Kepala Devisi Keuangan, Pandhit Seno Aji; Staf Akuntansi, Deden Prayoga.

Tahanan KPK

Jakarta, Jurnas.com - Mantan Direktur Utama PT. Amarta Karya (Persero), Catur Prabowo didakwa melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan subkontratkor fiktif di PT Amarta Karya tahun 2018-2022  yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 46.085.415.706 (Rp 46 miliar).

Tindak pidana itu diduga dilakukan Catur bersama-sama dengan Direktur Keuangan PT. Amarta Karya, Trisna Sutisna; Kepala Devisi Keuangan, Pandhit Seno Aji; Staf Akuntansi, Deden Prayoga.

"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Gina Saraswati di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Senin (2/10).

Catur bersama dengan Trisna dan Deden diduga merekayasa dan melakukan pembayaran pekerjaan fiktif kepada CV. Cahaya Gemilang, CV. Guntur Gemilang, dan CV. Perjuangan serta kepada perorangan untuk kepentingan pribadi yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Di mana, Catur diduga diuntungan sebesar Rp 30.140.137.677; Trisna Sutisna sejumlah Rp 1.321.072.184; Royaldi Rosman senilai Rp 938.578.000;  I Wayan Sudenia senilai Rp 8.429.286.855; Firman Sri Sugiharto senilai Rp 870.000.000; Rusna Reinaldi senilai Rp 273.800.000; serta Phandit Seno Aji dan Deden Prayoga senilai Rp 4.122.028.228.

"Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikam keuangan negara sejumlah Rp 46.085.415.706 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut," kata jaksa.

Jumlah kerugian negara tersebut sebagaimana hasil dari laporan audit Perhitungan Kerugian Negara (PKN) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Pusat.

Setidaknya tercatat ada 22 proyek pengerjaan perusahaan plat merah bidang konstruksi itu yang pembayarannya melalui CV. Cahaya Gemilang, CV. Guntur Gemilang, dan CV. Perjuangan.

"Bahwa pekerjaan-pekerjaan tersebut adalah pekerjaan fiktif dimana CV Cahaya Gemilang, CV Guntur Gemilang, dan CV Perjuangan tidak pernah melaksanakan pekerjaan tersebut," ujar jaksa.

Atas pekerjaan fiktif itu, PT Amarta Karya membayarkan sejumlah uang ke CV Guntur Gemilang senilai Rp 17,4 miliar, CV Cahaya Gemilang senilai Rp 13,8 miliar, dan CV Perjuangan senilai Rp 12,7 miliar.

Selain itu juga dilakukan pembayaran kepada rekening perseorangan seolah-olah sebagai vendor penyedia alat atau bahan yang digunakan PT Amarta Karya.

"Bahwa total pembayaran yang dikeluarkan PT Amarta Karya atas pekerjaan fiktif dalam kurun waktu tahun 2018 sampai dengan tahun 2020 sejumlah Rp 46.085.415.706," kata jaksa.

Atas perbuatannya, Catur didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 Juncto pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.

Selain itu, Catur Prabowo juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari hasil korupsi di PT Amarta Karya. Dia diduga menempatkan, menyembunyikan, membelanjakan, mengalihkan, membelanjakan, menghibahkan, mengubah bentuk, dan menukarkan dengan mata uang asing atau surat berharga.

"Patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaannya," kata jaksa.

Catur didakwa dengan Pasal 3 Undang Undang RI nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

KEYWORD :

Korupsi Proyek Fiktif KPK PT Amarta Karya Catur Prabowo TPPU




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :