Rabu, 15/05/2024 04:19 WIB

Sidang Kyokushinkai Diwarnai Aksi Teatrikal, BHS: Liliana Tidak Bersalah

Liliana masih ditahan tanpa ada kejelasan apapun, bahkan surat yang dikirimkan penasehat hukum pun belum dijawab oleh Pengadilan Negeri Surabaya.

Politikus Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono (baju batik). Foto: dok. jurnas.com

SURABAYA, Jurnas.com - Sidang lanjutan perkara menempatkan keterangan palsu dalam  akta otentik diwarnai aksi demo dan teatrikal di depan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur, Selasa (4/7/2023).

Teatrikal diperankan oleh seniman surabaya bersama massa. Tampak dalam aksi teatrikal itu, para pemeran memperagakkan mahalnya harga sebuah keadilan di Indonesia.

Seorang pemeran berjalan membawa timbangan dan salah satu rekannya menggendong bayi yang tak dipisahkan dari orang tuanya, kemudian masa aksi lainnya membentangkan poster bebaskan Liliana Herawati, terdakwa kasus tersebut.

Mereka tampak menjiwai peran masing-masing bak sedang mencari dewi fortuna, lantas mengkumandangkan keadilan dan kemanusiaan.

"Aksi teatrikal ini dilakukan sebagai bentuk pelampiasan adanya indikasi mengkerdilkan hak asasi orang lain yaitu hak kebebasan terdakwa Liliana Herawati, yang seharusnya diberikan penangguhan penahanan, karena selama proses hukum berlangsung terdakwa sangat kooperatif. Apalagi Liliana adalah seorang perempuan yang masih punya beban terhadap anak-anaknya yang masih di bawah umur," ungkap Syahroni, salah satu masa aksi pendukung Liliana melalui keterangan tertulis yang diterima jurnas.com di Jakarta, Kamis (6/7/2023).

Sejauh ini, kata Syahroni, Liliana masih ditahan tanpa ada kejelasan apapun, bahkan surat yang dikirimkan penasehat hukum pun belum dijawab oleh Pengadilan Negeri Surabaya.

"Kasus ini,  sangat tidak prestise dan terindikasi adanya permainan mafia hukum, para saksi pelapor seolah-olah sebagai korban namun faktanya mereka sedang ingin mencomot hak orang lain yaitu hak arisan senilai Rp11 Miliar milik warga perguruan. Maka itu, Pengadilan diminta jangan bermain sandiwara, segera bebaskan Liliana dari tahanan,” kata Roni.

Aksi demo di PN Surabaya ini juga diikuti oleh Ikatan Perempuan Peduli Indonesia (IPIP), Perguruan Pembinaan Mental Karate (PMK) Kyokushinkai, Kenza, Tarung Drajat dan masa aksi dari JU-Jitsu Indonesia. Termasuk dihadiri tokoh masyarakat dan juga politikus Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono.

Bambang Haryo Soekartono menyesalkan terdakwa Liliana yang masih ditahan, meski telah melewati masa penahanan.

"Apa esensinya dari penahanan itu, apakah Liliana melarikan diri.  Kaicho Liliana adalah pemimpin ratusan ribu karateka yang ada di Indonesia dari 19 Provinsi, tidak mungkin Kaicho Liliana melarikan diri atau tidak hadir," kata politisi yang akrab disapa BHS ini.

Menurut BHS, dari kelima saksi yang dihadirkan, mereka tak dapat membuktikan Liliana bersalah. Sampai saat ini pun, Liliana  taat terhadap hukum dan ini suatu penilaian.

“Apalagi DPR RI sudah tahu perkara ini , masyarakat publik juga tahu, kita harapkan Pengadilan ini bisa memberikan yang terbaik untuk Kaicho Liliana,” imbuhnya.

Sidang tersebut sudah menghadirkan lima orang saksi. Saksi fakta yakni Bambang Irwanto mangkir. Terakhir yang didengarkan keterangannya yakni Tjandra Sridjaja kemudian ahli bahasa Andik Yulianto,S.S.,M.Si dari Universitas negeri surabaya.

Dalam keterangan saksi maupun ahli,  tidak ada satu pun yang secara meyakinkan menunjukkan bahwa Liliana bersalah. Bahkan saksi ahli perdata sudah tiga kali mangkir dengan alasan kesibukannya, padahal sudah dijadwalkan sesuai dengan keinginan daripada saksi ahli dan jaksa penuntut umum.

Begitu juga ahli bahasa yang dihadirkan jaksa yang sebelumnya sudah mangkir ke-2 kalinya, itupun menjelaskan point krusial tidak dapat menerangkan pengunduran diri Liliana itu dinyatakan sah, karena tahapan dalam notulensi 7 November 2019 tidak dilakukan. 

Tahapan tahapan itu tidak bisa dilompat, tahapan tahapan yang ditulis oleh Erick pada tanggal 11 November point 1 ,2, dan 3 menurut ahli tidak bisa tiba tiba point 3. Harus satu per satu terutama penegasannya di point 2 yaitu harus mencoret atau mengeluarkan nama perkumpulan pembinaan mental karate dari perkumpulan baru terdakwa keluar jadi harus ada penegasan.

Perkara ini berawal dari uang arisan hasil kumulatif sejak tahun 2007 yang dikumpulkan oleh sekitar 300 karateka.

Tahun 2017 arisan tersebut dikendalikan oleh pihak Tjandra Sridjaja yang kemudian uang arisan yang senilai Rp11 Miliar itu tidak jelas keberadaannya. Sehingga terdakwa menanyakan kepada Erick perihal pengelolahan dana CSR dan uang arisan, yang kemudian diduga dibuatkan skenario untuk melakukan kriminalisasi. 

Versi terdakwa, uang arisan itu sebesar sekitar Rp11 Miliar, namun saldo terakhir di rekening BCA KCP Darmo atas nama perkumpulan lenyap dan tinggal Rp20 juta saat dikelola oleh pihak Tjandra Sridjaja.

Kendati demikian, saksi masih berkelit sisa uang seakan akan masih senilai Rp7.9 Miliar di Bank Mayapada, tetapi bukti saldonya tidak pernah dibuka dan disampaikan sebagai pertanggungjawaban pihak Tjandra Sridjaja sampai dengan saat ini.

KEYWORD :

Kyokushinkai BHS Teatrikal PN Surabaya




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :