Sabtu, 04/05/2024 14:05 WIB

Industri AMDK Diminta Gunakan Kemasan rPET

Konsep sirkular ekonomi terbaik adalah model Close Loop, yaitu menjadikan hasil plastik daur ulang kembali sebagai bahan untuk kemasan.

Kasubdit Tata Laksana Produsen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ujang Solihin Sidik. (Foto: Screenshot)

JAKARTA, Jurnas.com - Klaim beberapa produsen yang seolah menggencarkan iklan ekonomi sirkular belumlah terbukti jika produknya belum menggunakan plastik hasil daur ulang (rPET). Konsep sirkular ekonomi terbaik adalah model Close Loop, yaitu menjadikan hasil plastik daur ulang kembali sebagai bahan untuk kemasan.

Demikian salah satu topik yang diangkat dalam webinar bertema "Akuntabilitas Program Pengelolaan Sampah Plastik Produsen" yang diselenggarakan secara daring oleh Aliansi Profesi Jurnalis Indonesia (APJI), Kamis (15/6).

Kasubdit Tata Laksana Produsen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ujang Solihin Sidik menyatakan bahwa penarikan kembali daur ulang botol-botol plastik itu merupakan bagian penting dari sirkular ekonomi.

Langkah ini ada arahan kebijakan atau semacam directive, namun belum secara tegas dinyatakan sebagai mandatory. "Tapi, directive ke depan bahwa kemasan-kemasan botol-botol plastik AMDK, baik yang kecil maupun ukuran besar atau galon itu harus mengandung recycle content, harus mengandung bahan daur ulang," ujar Uso, sapaan akrab Ujang Solihin.

Menurut keterangan Uso, Uni Eropa tahun depan recycle content itu sudah 25 persen harus mandatory. "Jadi, produk-produk yang berbasis kemasan PET tidak bisa dipasarkan di seluruh negara Eropa kalau tidak mengandung 25 persen bahan daur ulang di dalam kemasan," tutur Uso.

Dia mengatakan, pada prinsip pendauran ulang atau recycle, produsen itu wajib untuk melakukan pendauran ulang produk atau kemasan produk yang mereka hasilkan melalui penarikan kembali.

"Jadi, post consumer packaging itu harus ditarik lagi, dikumpulkan lagi oleh para produsen untuk kemudian masuk ke jalur daur ulang. Tentunya harus dipastikan di awal bahwa kemasan itu memang kemasan yang layak, mudah didaur ulang," tukasnya.

Dia menegaskan ketika bicara daur ulang, yang ideal itu adalah model close loop (botol harus kembali ke botol) dan dan bukan open loop atau down cycle (botolnya didaur ulang menjadi produk lain).

Dia menyebutkan sudah ada beberapa produsen terutama produsen yang menghasilkan produk minuman dengan wadah kemasan plastik PET yang sudah menerapkan model close loop atau recycle PET.

"Berdasarkan data kami, yang sudah bergerak ke sana itu Danone Aqua atau Danone Indonesia yang produknya bermerek Aqua. Kemudian yang sudah bergerak ke arah sana juga, tapi ini baru tahap awal atau rencana dan mereka sudah bangun pabrik juga yaitu Coca Cola dengan produk PET. Yang lainnya belum, baru dua itu," kat Uso.

Kepala Klaster Kajian Pembangunan Berkelanjutan Daya Makara Universitas Indonesia (DMUI), Bisuk Abraham Sisungkunon menambahkan, esensi dari sirkular ekonomi itu terkadang hanya terbatasi oleh pendauran ulang. Padahal, lanjutnya, sirkulasi ekonomi jauh lebih luas.

"Kita ingin menghasilkan sebuah close loop. Jadi diupayakan agar produsen itu bisa menarik lagi bekas kemasan plastiknya sehingga itu bisa masuk lagi ke dalam siklus produksi. Hal ini bisa mengurangi jumlah sampah yang akan tertumpuk di TPS itu akan menjadi lebih sedikit daripada yang sebelumnya," ujar dia.

Sementara, Guru Besar Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro, Mochamad Arief Budihardjo mengatakan suatu tantangan tersendiri bagi industri AMDK untuk menerapkan model close loop.

Karena, menurutnya, pada saat berbicara tentang close loop, itu akan kembali lagi menjadi sebuah kemasan seperti yang didesain pada awalnya atau air minum menjadi kemasan air minum lagi.

"Tidak semua industri siap menerapkan konsep ini karena membutuhkan sebuah tantangan. Karenanya perlu mulai dipikirkan bagaimana kita bisa meng-encourage konsumen kita atau pengguna produk ini untuk mengembalikan atau untuk terlibat dalam sebuah close loop system," ucap dia.

Juru Kampanye Urban Greenpeace, Atha Rasyadi menyambut baik dengan adanya dorongan kepada produsen AMDK untuk menerapkan model circular close loop.

Menurutnya, sebuah produk ketika didaur ulang untuk menjadi produk yang sama itu akan jauh lebih baik karena tidak perlu lagi mencari atau mengambil sumber daya yang baru atau virgin.

"Tapi memang pada praktiknya di lapangan tentu ini tidak mudah. Tapi, sebenarnya model sirkuler yang ideal itu adalah ketika didaur ulang yaitu menjadi resource yang sama, itu akan bertahan menjadi satu produk yang sama," kata dia.

Ketua Umum PRAISE, Reza Andreanto bahkan mengutarakan bahwa dalam konteks sirkular ekonomi, model close loop ini levelnya lebih tinggi. Akan tetapi untuk bisa mengarah ke model close loop ini dibutuhkan proses mengingat pengendaliannya di masyarakat itu juga cukup berat.

"Kalau di lapangan ini tantangan cukup besar sehingga pelaksanaannya tidak bisa diterapkan secara otomatis tapi harus bertahap," kata Reza yang juga Sustainability Manager Tetra Pak Indonesia.

KEYWORD :

Plastik Hasil Daur Ulang Sirkular Ekonomi Ujang Solihin Sidik




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :