Kamis, 09/05/2024 07:47 WIB

Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 2023 Masih Dikaji

Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 2023 Masih Dikaji

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dijen PHU) Kementerian Agama Hilman Latief. (Foto istimewa)

Jakarta, Jurnas.com - Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kementerian Agama (Kemenag) Hilman Latief menyampaikan, pihaknya berkomitmen memberikan pelayanan kepada jemaah haji. Saat ini pemerintah dan DPR tengah merumuskan komposisi yang betul betul proporsional agar menjadi landasan untuk penetapan Bipih dan nilai manfaat pada tahun tahun berikutnya.

Sehingga diharapkan tidak ada lagi perdebatan terkait biaya haji. Hilman mencontohkan, pada sekitar tahun 2010 Bipih yang dibayar jemaah sebesar 82% dan nilai manfaat sebesar 18%. Bahkan sebelum tahun 2010, jemaah haji membayar 100% Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Kemudian imbas pandemi Covid-19, pada tahun 2022 untuk pertama kalinya proporsi nilai manfaat lebih banyak dibandingkan Bipih yang dibayar jemaah haji. “Saat ini kami sedang dalam posisi menawarkan kepada DPR dan mendiskusikan secara kritis aspek aspek apa yang akan kita kurangi dan kemudian kita coba tekan,” ujar Hilman dalam sebuah diskusi , Jumat (10/2).

Lebih lanjut Hilman menjelaskan, sudah cukup lama belum ada penyesuaian setoran awal haji. Adapun saat ini setoran awal haji sebesar Rp 25 juta. Setelah penentuan BPIH tahun 2023, Kementerian Agama bersama DPR berencana untuk membahas terkait setoran awal haji.

Termasuk pembahasan desain pembiayaan haji agar tidak berat bagi calon jemaah haji. Misalnya kemungkinan BPKH yang dapat memfasilitasi jemaah yang ingin top up dana untuk haji ke virtual accountnya masing-masing. “Masih ada 20 tahun, 30 tahun lagi yang akan berangkat, itu yang juga harus kita pikirkan,” ucap Hilman.

Ketua Panja BPIH DPR, Marwan Dasopang mengatakan, pada prinsipnya jemaah haji yang telah mendaftar telah memenuhi prinsip istitha’ah. Dia meminta Kementerian Agama berupaya maksimal melakukan negosiasi agar BPIH bisa lebih rasional dan efisien dari usulan yang telah diusulkan. “Kita mau supaya jemaah ini jangan gagal berangkat karena tidak mampu melunasi,” ucap Marwan.

Kepala BPKH Fadlul Imansyah menyampaikan, hingga akhir tahun 2022 akumulasi nilai manfaat mencapai Rp 15,27 triliun. Ke depan, Fadlul berharap revisi UU tentang Penyelenggaraan Haji dapat membuat BPKH bergerak lebih baik dalam melakukan investasi.

Hal itu agar dapat menghasilkan nilai manfaat yang optimal bagi jemaah. “Pada prinsipnya kami menerima putusan dari Panja berapa pun porsinya karena semua sudah terbuka, datanya sudah ada,” ujar Fadlul.

Anggota BPKH Acep Riana Jayaprawira menambahkan, pihaknya telah menyiapkan proyeksi nilai manfaat yang digunakan jika Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp 96,48 juta.

Pertama, skenario Bipih 70% : nilai manfaat 30%. Dengan opsi tersebut 84.609 jemaah lunas tunda tahun 2020 perlu melakukan pelunasan Rp 27,73 juta. Lalu, 9.864 jemaah lunas tunda 2022 perlu melakukan pelunasan Rp 27,15 juta. Sementara 107.054 jemaah tahun 2023 perlu melakukan pelunasan Rp 41,22 juta.

Adapun nilai manfaat yang diberikan sebesar Rp 28,94 juta per jemaah. Jadi, total nilai manfaat yang dibutuhkan untuk tahun 2023 sebesar Rp 5,83 triliun. Nantinya, nilai manfaat yang dipegang BPKH pada akhir 2023 mencapai Rp 16,54 triliun.

Kedua, skenario Bipih 60% : nilai manfaat 40%. Dengan opsi tersebut 84.609 jemaah lunas tunda tahun 2020 perlu melakukan pelunasan Rp 18,08 juta. Lalu, 9.864 jemaah lunas tunda 2022 perlu melakukan pelunasan Rp 17,5 juta. Sementara 107.054 jemaah tahun 2023 perlu melakukan pelunasan Rp 31,57 juta.

Adapun nilai manfaat yang diberikan sebesar Rp 38,59 juta per jemaah. Jadi, total nilai manfaat yang dibutuhkan untuk tahun 2023 sebesar Rp 7,77 triliun. Nantinya, nilai manfaat yang dipegang BPKH pada akhir 2023 mencapai Rp 14,59 triliun.

Acep menyampaikan, jika persentase 70% nilai manfaat dan 30% Bipih tetap digunakan, maka nilai manfaat akan habis pada tahun 2025. “Memang sebaiknya Bipih nya sebaiknya lebih besar daripada nilai manfaat,” ujar Acep dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR, Kamis (10/2).

Acep mengatakan, contoh pengelolaan pembiayaan haji yang sehat adalah pada tahun 2010 sampai tahun 2014. Sebab, dalam kurun waktu tersebut, Bipih yang dibayar jemaah lebih besar dibanding nilai manfaat sehingga keuangan haji terbilang bagus.

Selain itu, Acep mengingatkan agar semua pihak mengantisipasi adanya penyelenggaraan ibadah haji yang akan dilakukan dua kali pada tahun 2027. Hal itu sejalan dengan penarikan nilai manfaat yang akan dilakukan dua kali pada Januari 2027 dan Desember 2027.

Acep mengatakan, besar kecilnya penarikan nilai manfaat akan tergantung dengan penetapan persentase Bipih dengan nilai manfaat. Jika nilai manfaat lebih besar daripada Bipih, maka dikhawatirkan nilai manfaat tidak dapat memenuhi penyelenggaraan haji.

“Kami di BPKH tidak akan pernah menggunakan (dana) pokok (haji) untuk mensubsidi. Pasti kami akan bilang habis karena kalau begitu kami melakukan kesalahan besar kalau (dana) pokoknya digunakan untuk memberangkatkan jemaah yang lain,” ungkap Acep.

Sebagai informasi, dana kelolaan BPKH hingga Januari 2023 mencapai Rp 166,91 triliun. Jumlah itu terdiri dari portofolio reguler, sebesar Rp 155,57 triliun, portofolio khusus sebesar Rp 7,52 triliun dan portofolio DAU sebesar Rp 3,82 triliun.

KEYWORD :

Kemenag Dirjen PHU Hilman Latif Bipih 2023




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :