Sabtu, 18/05/2024 09:10 WIB

PMDSU Jawab Mimpi Mahasiswi Bali Jadi Doktor Neurosains

PMDSU Jawab Mimpi Mahasiswi Bali Jadi Doktor Neurosains

Mahasiswi penerima beasiswa PMDSU, Tjokorda Istri Pramitasuri (Foto: Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Dosen dan dokter spesialis neurologi sudah menjadi mimpi Tjokorda sejak dulu. Demi mimpinya, mahasiswi pemilik nama lengkap Tjokorda Istri Pramitasuri ini memiliki rekam jejak mumpuni di penelitian neurosains sejak sering mengikuti dan menjuarai lomba karya ilmiah di bangku SMP.

Kini, Tjokorda merupakan mahasiswa program beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) batch V dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek).

Dia mengungkapkan, jalan menuju impiannya semakin terbuka lebar usai mengetahui lebih mendalam tentang beasiswa PMDSU. Tekadnya semakin kuat menentukan arah karir sebagai seorang akademisi dengan kompetensi doktor di bidang kedokteran neurosains.

Perempuan kelahiran Denpasar, 6 Maret 1996 itu menyadari bahwa iklim riset di Indonesia saat ini sudah semakin membaik. Pemerintah telah banyak memberikan dukungan dengan menggelontorkan dana untuk peningkatan kualitas dan kuantitas riset yang dilakukan anak negeri.

"Kesempatan kolaborasi internasional juga semakin banyak sehingga karir sebagai akademisi ataupun peneliti semakin menjanjikan. Walaupun idealnya, dengan syarat ada regulasi yang menjamin kelangsungan pelaksanaan riset dan kesejahteraan peneliti," ucap Tjokorda.

Sebagai generasi penerus bangsa, Tjokorda adalah anak yang brilian. Ia mengoleksi berbagai penghargaan bergengsi, yaitu Juara 1 Oral Presentation Musyawarah Kerja Nasional Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Seluruh Indonesia (PERDOSSI) tingkat Nasional tahun 2021, Juara 1 Poster Presentation Bali Neurology Update tingkat Nasional tahun 2019, dan Oral Presentation on International Conference on Neurovascular and Neurodegenerative Diseases (NVND), Paris-France 2021.

Baginya, neurosains adalah ilmu yang sangat menarik. Sejak masih sekolah, Ia sudah melihat banyak permasalahan klinis di bidang neurologi yang belum bisa terjawab, dan hanya bisa terjawab dengan melakukan riset. Seperti halnya penyakit infeksi selaput otak atau meningitis yang saat ini ia dalami sebagai topik disertasi di jenjang S3. Hal itulah yang melatarbelakangi keinginan Tjokorda untuk menjadi doktor ilmu kedokteran neurosains yang mumpuni di penelitian neurologi.

"Saya ingin berkarir sebagai dosen dan dokter spesialis saraf yang mendalami riset neurosains. Meski begitu juga terbuka terhadap segala kesempatan baik yang datang di luar rencana yang telah saya susun," tutur alumnus Universitas Udayana, Bali tersebut.

Bak gayung bersambut, tepat setelah Tjokorda menamatkan pendidikan dan kewajiban magang atau lebih dikenal istilah internship profesi dokter, Ia mendapatkan informasi bahwa di Universitas Udayana membuka program PMDSU, sebuah skema beasiswa percepatan S2 dan S3 dengan masa studi empat tahun.

Dia memperoleh rekomendasi selain karena jejak akademik yang bagus juga karena dirinya terbiasa berada di atmosfer percepatan, lantaran sejak SMP dan SMA Ia sudah pernah mengikuti kelas akselerasi.

Terlepas dari itu, anak bungsu dari dua bersaudara tersebut mengaku memiliki support system yang baik dalam lingkungan keluarga. Ia tumbuh dan besar dengan pola asuh dari kedua orang tua yang sangat mendukungnya menjadi orang berpendidikan. Hal itu dirasakan Tjokorda merupakan bagian tak kalah penting dari keberhasilannya dalam menempuh pendidikan dan mencapai prestasi.

"Sosok Prof. Dr. dr. AA Raka Sudewi, Sp.N(K) selaku promotor dan Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika & Prof. Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, M.Si, Sp.MK(K) sebagai co-promotor juga memiliki peranan sangat penting. Prof. Raka Sudewi sudah menjadi role model saya sejak S1 karena di balik kesibukan beliau sebagai Rektor Universitas Udayana, beliau mampu menyeimbangkan kehidupan kepemimpinan, mengajar, dan keluarga," tutur dia.

Sebagai promotor, kata Tjokorda, Prof. Raka Sudewi telah banyak membantu bukan hanya dalam perjalanannya menjadi seorang doktor selama menjalani program PMDSU, namun turut berperan membangun karakter resiliensi atau ketahanan psikologis dan mental seorang Tjokorda sehingga termotivasi untuk terus mengembangkan karir di bidang akademik.

Melalui program beasiswa PMDSU juga, pada 28 November 2022 hingga 28 Maret 2023 mendatang Tjokorda akan mengikuti Program Peningkatan Kualitas Publikasi Internasional (PKPI) yang dianggap sebagai program kompetitif bagi mahasiswa penerima beasiswa PMDSU.

Tjokorda akan mengikuti PKPI PMDSU di Imperial College London, United Kingdom di bawah bimbingan Professor Andrew SC Rice, President of International Association for The Study of Pain (IASP).

"Kegiatan yang akan saya laksanakan adalah penelitian multicenter London, kerja sama Imperial College London dengan University of Oxford serta King’s and Dundee, mengenai nyeri neuropati perifer pada pasien dengan penyakit infeksi. Saya juga akan dibimbing oleh Prof. Andrew Rice untuk menghasilkan dua publikasi di jurnal internasional bereputasi terindeks Scopus. Namun ada hal yang ingin dan sudah saya prediksikan untuk saya pelajari di sana adalah budaya riset, pola pikir, penguasaan teknologi, dan wawasan yang tidak akan saya dapatkan di tempat lain," kata Tjokorda.

Di tengah berbagai kesibukan sebagai mahasiswa penerima beasiswa PMDSU yang juga tengah mempersiapkan diri mengikuti PKPI PMDSU, Tjokorda menjelaskan bahwa cara terbaik yang dilakukan untuk mencapai target adalah dengan mengatur manajemen waktu dan emosi. Apalagi selama menjalani pendidikan magister sekaligus doktor, dua hal itulah yang dirasakan paling penting untuk kelancaran studinya.

Ia menganggap tantangan menjadi mahasiswa PMDSU adalah bagaimana menjadi mahasiswa unggul yang berbeda dengan mahasiswa pada umumnya yang memiliki cara berpikir, berkata, dan bertindak secara bertanggung jawab. Lalu, bagaimana sanggup menghadapi tantangan bukan sebagai beban namun sebagai katalisator kesuksesn. Saat ini, Tjokorda sudah lebih dari setengah jalan menempuh studi melalui program PMDSU.

"Target publikasi, capaian penelitian, dan kesempatan pengembangan diri melalui program PKPI yang bersifat kompetitif membuat saya belajar mengatur waktu dan manajemen diri agar semua target tercapai dengan baik. Jadi self-management adalah kunci sukses sekaligus tantangan dalam menjalani studi PMDSU," sebut Tjokorda.

Seiring berjalannya waktu, kecerdasan dalam mengasah logika berpikir dan berdisiplin dalam mencapai target studi akan semakin terasah. Hingga pada akhirnya Tjokorda mampu menjadi mahasiswa PMDSU yang memiliki karakter resiliensi, adaptif, dan kreatif dalam mencari solusi dari segala kendala yang ditemui, terutama selama menempuh pendidikan.

Lebih rinci lagi, dia menjabarkan cara melakukan manajemen waktu yang telah berhasil diterapkan adalah dengan menentukan skala prioritas. Dia juga memegang teguh prinsip pengaturan stres melalui pendekatan mindfulness yang artinya menyadari dan menerima apapun yang terjadi saat ini dan tidak menyesali hal terbaik yang sudah dilakukan pada setiap kesempatan.

Adapun cara lain yang Tjokorda lakukan ialah menjaga konsistensi dan semangat dengan menetapkan target pencapaian yang besar dan membaginya menjadi pencapaian-pencapaian kecil dengan tujuan yang lebih sederhana. Dengan demikian, pencapaian besar yang ditargetkan akan terasa lebih realistis untuk diwujudkan.

"Mendapatkan kesempatan menjadi salah satu awardee beasiswa PMDSU adalah anugerah yang sangat luar biasa. Setelah lulus, saya berencana untuk melanjutkan sekolah spesialis saraf sambil mempertimbangkan tawaran untuk mengabdi menjadi dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, sesuai keinginan saya sejak awal yaitu mengabdi untuk institusi saya," ujar dia.

"Besar harapan saya, program beasiswa PMDSU terus dapat dilaksanakan dan kesempatan kolaborasi dengan periset di dalam dan luar negeri semakin meningkat di periode pelaksanaan ke depan," tutup Tjokorda.

KEYWORD :

PMDSU Tjokorda Istri Pramitasuri Mahasiswi Bali Beasiswa Pendidikan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :