Minggu, 19/05/2024 09:17 WIB

Anggota DPR Sambut Baik Perpres Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan

Selain memuat tentang harga beli listrik dan insentif pengembangan energi terbarukan, menurut Mukhtarudin, Perpres ini juga mengatur tentang pelarangan pembangunan Pembangkit Tenaga Uap (PLTU) berbasis batubara serta percepatan memensiunkan PLTU.

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar, Mukhtarudin. (Foto: Parlementaria)

Jakarta, Jurnas.com - Kalangan dewan menyambut baik Peraturan Presiden (Perpres) No 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtarudin mengatakan, kebijakan tersebut juga membuktikan bahwa pemerintah punya niat yang baik untuk mengembangkan energi baru terbarukan.

"Sambut baik terbitnya Perpres ini ya. Kebijakan tentu menandakan pemerintah punya goodwill untuk pengembangan EBT," jelasnya saat dihubungi, Selasa (20/9).

Selain memuat tentang harga beli listrik dan insentif pengembangan energi terbarukan, menurut Mukhtarudin, Perpres ini juga mengatur tentang pelarangan pembangunan Pembangkit Tenaga Uap (PLTU) berbasis batubara serta percepatan memensiunkan PLTU.

"EBT ini sebagai energi masa depan yang murah dan ramah lingkungan menuju net zero emision, selama ini terkait EBT diatur dengen peraturan menteri ESDM," jelas Politikus Partai Golkar ini.

Diketahui, Presiden Jokowi telah meneken aturan tentang EBT tersebut pada 13 September 2022 dan berlaku sejak diterbitkan.

Pada Perpres 112 tahun 2022 Bab II disebutkan harga pembelian tenaga listrik dari pembangkit yang memanfaatkan sumber EBT oleh PT PLN dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Fotovoltaik, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg), Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) energi laut dan Pembangkit Listrik Tenaga Bahan Bakar Nabati (PLT BBN).

Pasal 5 ayat (2) menyebutkan harga pembelia listrik dari EBT merupakan harga patokan tertinggi sebagaimana tercantum dalam lampiran I atau harga kesepakatan, dengan atau tanpa memperhitungkan faktor lokasi. Besaran angka faktor lokasi tercantum dalam lampiran II.

Pasal 5 ayat (3) disebutkan harga pembelian tenaga listrik merupakan harga yang digunakan dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) dan berlaku sejak Commercial Operation Date (COD) atau tanggal mulai beroperasinya pembangkit.

Kendati demikian, Legislator Dapil Kalimantan Tengah ini berharap, ada percepatan untuk proses pembahasan RUU EBT di DPR RI.

"Agar payung hukum tentang EBT lebih kuat dan lebih komprehensif, sehingga bisa mendorong pertumbuhan investasi di bidang energi baru dan terbarukan (EBT)," demikian kata Mukhtarudin.

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi VII Mukhtarudin Golkar energi baru terbarukan Perpres EBT




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :