Kamis, 16/05/2024 11:57 WIB

Kasus Haryadi Suyuti jadi Pintu Masuk KPK Usut Proyek Lain Summarecon Agung

KPK akan mendalami sejumlah proyek Summarecon Agung, seperti di Bekasi, Bogor, dan Bali.

Deputi penindakan dan eksekusi KPK, Karyoto

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tidak akan berhenti menelusuri dugaan praktik suap di sejumlah proyek yang digarap oleh PT Summarecon Agung atau SMRA.

Penyidikan kasus dugaan suap izin mendirikan bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton di Malioboro, Yogyakarta akan menjadi pintu masuk KPK untuk mengusut dugaan.

Diketahui, Apartemen Royal Kedhaton itu digarap oleh PT. Java Orient Property, yang merupakan anak usaha PT. Summarecon Agung.

"Kita (KPK) tidak akan berhenti disini," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (22/7).

Di mana, KPK tak menutup kemungkinan mengembangkan dugaan suap IMB di Yogyakarta itu. KPK akan mendalami sejumlah proyek Summarecon Agung, seperti di Bekasi, Bogor, dan Bali.

Saat ini, KPK sedang menguatkan bukti dan petunjuk yang mengarah kepada dugaan suap lain. Terlebih, KPK telah menetapkan Vice President Real Estate PT. Summarecon Agung, Oon Nushino sebagai tersangka suap IMB Yogyakarta.

"Kecuali nanti ada pihak-pihak lain atau memang ditreser dari aliran dana dan lain-lain ada yang terungkap," ucap Karyoto.

Oon Nusihono disebut-sebut berperan besar dalam kasus suap IMB itu. Di mana, Oon dikabarkan piawai dalam meloby penyelenggara negara agar proyek PT. Summarecon Agung terealisasi.

Bahkan, nama Oon juga muncul dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Wali Kota Bekasi nonaktif, Rahmat Effendi.

Namanya muncul lantaran menjadi salah satu pihak yang dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Rahmat Effendi pada 11 April 2022 lalu.

Dalam surat dakwaan jaksa KPK terhadap Rahmat Effendi, PT. Summarecon Agung juga disebut memberikan gratifikasi senilai Rp 1 miliar kepada Rahmat Effendi.

Diduga gratifikasi uang dari Summarecon Agung itu diterima melalui yayasan miliknya dan keluarga, yakni Yayasan Pendidikan Sakha Ramdan Aditya.

Penerimaan itu terjadi dua tahap, yakni sebesar Rp 500 juta pada 29 November 2021 dan Rp 500 juta pada 7 Desember 2021.

Karyoto tak menampik dugaan peran Oon Nusihono dalam kedua kasus rasuah  tersebut. Dikatakan Karyoto, tim penyidik bakal mendalami hal tersebut.

"Memang ini perlu didalami karena kita tahu bahwa peristiwa pidananya yang terjadi adalah suap. Suap ini kalau tidak ada tertangkap tangan atau tidak ada sesuatu yang menyangkut aliran dana yang bisa ditreshing ya kita anggap tidak bisa ditemukan, karena baik pemberi maupun penerima sama-sama diam," kata Karyoto.

"Kecuali nanti ada beberapa saksi ditempat 1 (kasus 1), tempat 2 (kasus 2) tidak ada bukti, ditempat lain ada bukti, bisa dilakukan pengembangan," ujar Karyoto.

Karyoto mengatakan, jika pengembangan kasus juga dapat mengarah pada dugaan tindak pidana korporasi. Terlebih jika unsur dan bukti menguatkan jika korporasi terlibat suatu tindak pidana, termasuk suap.

"Nanti kita lihat apakah dikatakan kalau dia sebagai petugas disitu, apakah memang korporasinya ini bertindak, tentunya akan jadi bahan diskusi" tandas Karyoto.

Diketahui, KPK baru memberikan keterangan resmi terkait status tersangka Direktur Utama PT Java Orient Propert, Dandan Jaya Kartika.

Tak hanya merilis status tersangka, KPK juga langsung menjebloskan direktur anak usaha PT Summarecon Agung (SMRA) itu ke jeruji besi atau bui.

Dadan ditahan usai menjalani pemeriksaan dalam kapasitanya sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek Apartemen Royal Kedhaton Yogyakarta, Jumat (22/7).

Sebelum Dadan, KPK lebih dahulu menjerat sejumlah tersangka. Yakni, mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti; Vice President Real Estate PT Summarecon Agung, Oon Nushino; Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidiahartana; dan Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi Suyuti Triyanto Budi Yuwono.

Dalam perkaranya, Dadan bersama Oon diduga menyuap Haryadi, Nurwidiahartana, dan Budi. Diduga suap itu diperuntukan terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedaton yang digarap oleh PT Java Orient Property (JOP) anak usaha dari PT Summarecon Agung.

Kasus itu sendiri terbongkar dari hasil oprasi tangkap tangan (OTT) disejumlah tempat beberapa waktu lalu. Adapun pada saat dilakukan tangkap tangan untuk Haryadi dkk, Oon dan Dadan diduga memberi uang dalam bentuk mata uang asing sejumlah sekitar USD27.258 yang dikemas dalam tas goodiebag.

Atas perbuatannya, Dadan yang disangkakan sebagai pihak Pemberi dan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

KEYWORD :

KPK Suap Izin Apartemen Summarecon Agung SMRA




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :