Jum'at, 10/05/2024 01:05 WIB

Waspada Radikalisme, Habib Syakur: Batasi Anak-anak Pakai Medsos

tidak boleh di bawah usia 17 tahun

Habib Syakur Ali Mahdi Al Hamid

Jurnas.com - Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK) Habib Syakur bin Ali Mahdi Al Hamid mengingatkan para orang tua, untuk membatasi Anak-anaknya dalam memakai media sosial (medsos).

Pasalnya, saat ini penyebaran paham Radikal dan intoleran sudah massif terjadi dengan memanfaatkan medsos, dan bisa diakses siapa pun dengan sangat mudah. 

"Memang harus ada pembatasan skala sosial terhadap pengguna media sosial untuk mencegah penyebaran radikalisme terhadap anak-anak," kata Habib Syakur dalam keterangannya, Senin (17/1/2022).

Menurut Habib Syakur, kepemilikan perangkat gadget harus didata, khususnya bagi anak-anak. Misal, pemiliknya tidak boleh usia 17 tahun ke bawah. Yang berusia 17 tahun ke atas baru dibolehkan, itu pun harus didampingi orang tua.

Kemudian, pembatasan untuk aplikasi. Yakni, ketika sebuah aplikasi mau didowload oleh anak-anak, harus disertakan identitas. Jika belum mempunyai KTP, maka aplikasi itu tidak bisa didowload.

"Jadi, setiap aplikasi di IOS atau apapun, harus ada pembatasan dengan skala data KTP atau kartu pelajar. Kartu pelajar ini nanti terkoneksi dengan sekolahnnya. Nah sekolahnya ini nanti Kemendikbud yang punya data base," ungkapnya.

Habib Syakur mengingatkan, pencegahan terhadap penyebaran paham radikal dan intoleran pada anak-anak, harus dilakukan oleh semua pihak. Kemendikbud sebagai regulator pendidikan pun harus maksimal dalam mengwasi perkembangan sekolah, dengan memanfaatkan data base para siswa-siswi.

"Memang harus maksimal kerja untuk mengawasi. Misalnya, murid di sekolah di Indonesia ada 15 juta atau 100 juta, masing-masing harus mengawasi. Masing-masing wilayah harus punya data base, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Nanti disitu kalau ada tindakan amoral atau tindakan teror yang terjadi itu terdeteksi awal," ucapnya.

Selama ini, lanjut Habib Syakur, pemerintah terkesan tidak serius dalam pengawasan ber media sosial. Pemerintah seolah membiarkan media sosial dijadikan saran kebebasan berpendapat. Dampaknya, tidak sedikit para generasi milenial yang bersikap arogan dalam menggunakan media sosial. Mereka juga terpengaruh dengan situasi yabg dibutakan seakan-akan kebtuhan spiritual untuk mewarnai kehidupan dunia. Hal ini dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok radikal.

"Generasi milenial ini harus didampingi oleh orang tua. Karena situasinya adalah seakan-akan generasi milenial ini menggaungkan haus kan kebutuhan spiritual untuk mengimbangi kehidupan antara dunia dan akhirat. Banyak dari mereka ini tercuci otaknya oleh kelompok khilafah ini. Itu lah yang harus diwaspadai," tukasnya.


Sebelumnya, Kasubdit Kontra Ideologi Ditcegah Densus 88 AT Polri, Kombes Pol Ponco Ardani mengatakan, penyebaran radikalisme yang paling utama adalah lewat media sosial. Karena, medsos sekarang bisa diakses oleh semua kalangan, termasuk oleh anak-anak.

"Metode penyebaran radikalisme itu yang paling utama itu melalui media sosial. Karena sekarang media sosial sangat terbuka, seoalah-olah tidak ada jarak. Bahkan, putera-putera kita yang kecil saja sudah sangat familiar dengan media sosial," ujar Ponco dalam kegiatan Workshop Kebangsaan yang diikuti 109 penyuluh agama dan Bhabinkamtibmas di Jakarta Timur, Kamis (13/1/2022).

Selain itu, paham radikal juga disebarkan melalui pengajian-pengajian yang sifatnya khusus, melalui hubungan kekerabatan, perkawinan, serta melalui buku dan tulisan-tulisan.

"Jadi, karena dia membaca buku dan tulisan yang salah, akhirnya dia jadi terpapar," ucap dia.

Tak hanya itu, menurut dia, paham radikal juga banyak yang disebarkan melalu lembaga-lembaga pendidikan yang terafiliasi dengan jaringan terorisme, seperti Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Karena itu, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan penyuluh agama dan Bhabinkamtibmas untuk mencegah terjadinya aksi teror.

"Makanya kita berkoordinasi dengan para Bhabin dan penyuluh agama. Inilah yang jadi PR kita bersama ke depan," kata Ponco.

KEYWORD :

Habib Syakur bin Ali Mahdi Al Hamid Medsos radikal intoleran




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :