Minggu, 28/04/2024 14:31 WIB

Ekonomi Indonesia; Optimisme dan Detil dalam Strategi

Kebijakan negara superpower Amerika Serikat yang pada saat ini yang cenderung pada  proteksionisme, dengan keinginan untuk menyerap modal

Foto Bank Indonesia

Jakarta - Perekonomian Indonesia ke depan dalam perkiraan Bank Indonesia akan tumbuh di kisaran angka 5,2 persen. Hal itu dikemukakan  Mirza Adityaswara, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia dalam pembukaan seminar CORE Economic Outlook 2017 yang diselenggarakan oleh lembaga kajian ekonomi dan kebijakan Core Indonesia bertempat di JS Luwansa, Kuningan Jakarta (23/11).

"Dua tahun belakangan ekonomi memang cukup berat, tetapi menjelang akhir tahun ini mulai tampak arah menuju pertumbuhan ekonomi yang akan lebih baik di tahun mendatang. Kita harus optimis bahwa pertumbuhan ekonomi kita akan lebih baik dari tahun ini walaupun kita harus cermat dengan berbagai perkembangan, terutama perkembangan global yang memunculkan temporer volatility." tutur Mirza.

Kebijakan negara superpower Amerika Serikat yang pada saat ini yang cenderung pada  proteksionisme, dengan keinginan untuk menyerap modal  kembali ke dalam negeri, tentu akan memengaruhi  ekonomi global,  terutama nilai tukar. Hal-hal itulah yang ikut membuat turun naiknya tingkat perekonomian dunia (volatil) walaupun hanya untuk sementara waktu.

Mirza memperkirakan saat strategi kebijakan ekonomi Amerika Serikat akan cukup terukur saat pembentukan kabinet barunya berhasil dirumuskan. Pada saat itulah banyak pelaku perekonomian dunia akan mampu menentukan langkah apa yang harus diambil.

Kepala Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara, dalam paparan berikutnya mengatakan bahwa langkah keberhasilan perekonomian negara sangat ditentukan dari keseimbangan antara pengeluaran dan pendapatan negara.

"Salah satu faktor penting dalam satu tahun belakangan yang meningkatkan pengeluaran atau belanja negara sesungguhnya adalah pemotongan subsidi BBM. Dari dana itulah bisa dialihkan dana yang memajukan pengeluaran untuk pembangunan infrastruktur. Pertanyaannya, bagaimana meningkatkan pendapatan negara, darimana uangnya?" kata Suahasil.

Suahasil Nasara menyebutkan bahwa hasil Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty tahun ini merupakan salah satu terobosan dalam kebijakan fiskal yang mampu mendorong penerimaan negara. Persoalannya, ada hal lain yang lebih penting untuk menguatkan penerimaan negara yakni target penerimaan dari pajak. Pada tahun ini untuk mencapai target penerimaan pajak hingga 13 persen sudah membuat aparat pajak kewalahan. Di negara-negara tetangga Indonesia penerimaan pajak bisa mencapai 15 sampai 16 persen.

Bukan hanya mendorong penerimaan pajak, sesungguhnya yang diperlukan adalah reformasi ekonomi yang terus menerus. Suahasil menegaskan pentingnya kebijakan fiskal yang saling melengkapi dengan kebijakan moneter. begitu juga dengan penataan struktural di sektor-sektor strategis seperti industri dan jasa.

Hendri Saparini, Direktur Core Indonesia menegaskan pentingnya menunjukkan kesungguhan pada detil strategi perekonomian. Bagaimana Bank Indonesia pada saat ini juga harus mampu menciptakan peluang bagi pertumbuhan ekonomi. Tidak hanya berbasis pada kebijakan uang ketat, tetapi juga harus mampu mengucurkan likuiditas pada saat muncul banyak kesempatan di tahun depan.

"Paparan dari Bank indonesia dan Kementerian Keuangan bidang Kebijakan Fiskal, sebelum ini menunjukkan bahwa strategi kebijakan perekonomian harus mampu mencermat peluang yang muncul dari perkembangan dunia. Misalnya, pada saat ini saat pemerintah Cina mencoba mendorong tingkat konsumsi dalam negeri dan sektor jasa, maka sebenarnya Cina mengalami surplus baja dan semen. Peluang ini tentu akan menguntungkan jika ke depan strategi perekonomian Indonesia ingin lebih memajukan pembangunan infrastruktur," papar Hendri.

Soal ketidakpastian akibat pengaruh pemerintahan baru di Amerika Serikat, Hendri juga melihat banyak peluang dari "ketidakpastian yang tidak pasti". Jika Amerika Serikat ingin mendorong industri mereka kembali tentu mereka juga akan meningkatkan belanja konsumsi bagi pertumbuhan industri mereka. Pertanyaannya adalah apakah Indonesia telah cukup siap terhadap berbagai perkembangan itu.

Salah satu hal penting yang harus menjadi perhatian pemerintah di tahun 2017, Hendri Saparini menuturkan bahwa indikator-indikator ekonomi yang ada seperti pertumbuhan karena konsumsi hanya menunjukkan naiknya tingkat konsumsi dari kalangan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas. Hal ini berarti ada masalah bagi ketahanan ekonomi masyarakat menengah ke bawah.

Hal ini harus disikapi dengan segera dan menjadi pekerjaan rumah ke depan agar pertumbuhan ekonomi yang terjadi adalah dengan meningkatkan kontribusi masyarakat yang selama ini masih belum merasakan kebijakan yang mampu meningkatkan pendapatan mereka. Contohnya kebijakan investasi, semestinya investasi ke dapan harus diarahkan untuk mengurangi angka pengangguran di pelosok Indonesia. Sudah bukan masanya meningkatkan investasi hanya demi peningkatan investasi semata. (Amrozi)

KEYWORD :

Ekonomi Indonesia




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :