Minggu, 19/05/2024 09:16 WIB

Ketua MPR Segera Luncurkan Buku `Negara Butuh Haluan`

Untuk membahas PPHN, MPR menjaring berbagai masukan dan aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat.

Buku Negara Butuh Haluan, Karya Ketua MPR Bambang Soesatyo. (Foto: MPR)

Jakarta, Jurnas.com – Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) berencana meluncurkan buku “Negara Butuh Haluan” pada 10 September mendatang.

Buku ini merupakan karya Bamsoet ke-21. Peluncurannya berbarengan dengan buku ‘Hadapi dengan Senyuman, Vaksinasi Kesehatan Vs Vaksinasi Ideologi,’ buku karya dia yang ke-20.

Buku ‘Negara Butuh Haluan’ merupakan seri tulisan Bamsoet menanggapi reaksi atas rekomendasi MPR RI Periode 2009-2014 dan 2014-2019 tentang perlunya menghadirkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) melalui amandemen terbatas untuk menjaga kesinambungan pembangunan.

“Amandemen terbatas fokus pada upaya bersama menyusun dan menghadirkan PPHN sebagai pedoman dan kerangka rencana pembangunan nasional yang berkelanjutan,” kata Bamsoet di Jakarta, Jumat (3/9/2021).

Meski jalan yang ditempuh MPR RI Periode 2019-2024 dalam mengambil kebijakan lewat musyawarah dan mufakat, namun Bamsoet mengakui ada dinamika.

“Dinamika menunjukan ada ruang-ruang terbuka untuk menyampaikan pandangan dan gagasan,” ungkapnya.

Dinamika yang terjadi dicontohkan saat ini, ada keinginan untuk menghidupkan kembali rancangan pembangunan model Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Model pembangunan yang sekarang disebut PPHN itu sekarang sedang dibahas di MPR.

Untuk membahas PPHN, MPR menjaring berbagai masukan dan aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat.

“Pimpinan rutin mendatangi perguruan tinggi di berbagai kota untuk meminta masukan dari kalangan akademisi terkait landasan pembangunan bangsa Indonesia untuk 25, 50 hingga 100 tahun ke depan," ungkapnya.

Dalam PPHN, Bamsoet mengakui dinamika yang ada di MPR sangat dinamis. Apalagi keinginan amandemen terbatas untuk memasukan PPHN dalam UUD NRI 1945 itu sudah bergaung sejak 2 periode atau 10 tahun yang lalu.

"Saya senang Menghadirkan PPHN sebagai sebuah diskursus ketatanegaraan dan menunjukkan eksistensi MPR, bisa dikatakan telah berhasil. Namun menjadikan wacana tersebut sebagai sebuah usul perubahan, tentu sangat tergantung pada keputusan partai politik yang ada di MPR dan kelompok DPD," ujar Bamsoet.

Sesungguhnya, kata Bamsoet, perubahan UUD NRI 1945 telah diatur prosedurnya.

UUD NRI 1945 memang tidak imun dengan perubahan karena memang pembentuknya mendesain perubahan UUD 1945 sedemikian rupa agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Namun, tambah Bamsoet, diskursus amandemen terbatas untuk menghadirkan kembali PPHN yang kemudian banyak `dipelintir` dan `digoreng` sebagai upaya perubahan periodesasi presiden menjadi 3 kali atau upaya perpanjangan masa jabatan presiden serta isu-isu lain serta kecurigaan yang terlalu prematur, menunjukan bahwa bangsa Indonesia memiliki beragam pikiran dan pendapat.

“Ada pula yang berpendapat, kenapa harus terbatas? Kenapa tidak sekalian di kaji secara menyeluruh untuk menjawab tantangan dan dinamika jaman? Atau kenapa kita tidak kembali saja ke UUD 1945 yang asli dibuat oleh para pendiri bangsa, jika ada penyesuaian atau perubahan dimasukan dalam adendum seperti di negara Amerika Serikat?” ujarnya.

Sebab, UUD 1945 hasil empat kali amandemen ada sebagian masyarakat yang berpendapat tidak sesuai dengan semangat para pendiri bangsa. Juga masih banyak lagi pendapat terkait amandemen konstitusi dasar ini.

“Sebagai rumah kebangsaan, MPR sangat terbuka bagi siapa saja untuk menyampaikan saran maupun kritik. Karena saya yakin dan percaya, semua yang disampaikan ujungnya adalah untuk kepentingan bangsa agar Indonesia maju dan tumbuh," ujar Bamsoet.

PPHN diperlukan sebagai pedoman dan upaya untuk melahirkan negarawan yang otentik, agar bangsa ini tidak terus menerus berganti haluan manakala terjadi pergantian pemimpin nasional. Karena itu, menghadirkan kembali PPHN sebagai visi negara, jangan dipahami dengan pendekatan politik praktis,” imbuhnya.

KEYWORD :

Bambang Soesatyo PPHN Negara Butuh Haluan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :