Rabu, 24/04/2024 06:39 WIB

Dua dari 10 Anak Indonesia jadi Perokok Aktif

Fakta menyebutkan sebanyak 2-3 dari 10 anak Indonesia usia 15-19 tahun merupakan perokok aktif.

Sebanyak 2-3 dari 10 anak Indonesia usia 15-19 tahun merupakan perokok aktif (Foto: KPPPA)

Bali – Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggara acara 12th Asia Pasific Conference on Tobacco or Health (APACT12th) pada 13-15 September 2018 di Nusa Dua, Bali.

Tema yang diangkat kali ini yaitu “Pengendalian Tembakau untuk Pembangunan Berkelanjutan : Memastikan Lahirnya Generasi Sehat.” Acara ini digelar sebagai bentuk komitmen negara-negara Asia Pasifik dalam upaya pengendalian tembakau yang semakin mengkhawatirkan khususnya di Indonesia.
 
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), telah menetapkan pengendalian rokok sebagai salah satu program prioritas. Hal ini disebabkan tingginya jumlah anak yang terkena dampak bahaya rokok di Indonesia.

Sebanyak 2-3 dari 10 anak Indonesia usia 15-19 tahun merupakan perokok aktif (Kemenkes, 2017). Jumlah perokok usia anak (di bawah 18 tahun) juga meningkat dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 8,8 persen di 2016 (SIRKESNAS, 2016).

Fakta yang juga mengkhawatirkan, yaitu 34,71 persen anak usia 5-17 tahun diketahui menghisap lebih dari 70 batang rokok perminggu (SUSENAS, 2016).

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise mengatakankan, bahwa 32,82 persen siswa laki-laki dan 17,3 persen dari seluruh jumlah siswa di Indonesia, merokok untuk pertama kali pada usia dibawah 13 tahun, umumnya di bangku sekolah dasar (Kemenkes, 2016).

Selain itu, sekitar 49 persen atau 43 juta dari total 87 juta anak di Indonesia telah terpapar asap rokok (perokok pasif). 11,4 juta atau 27% diantaranya, merupakan anak berusia dibawah 5 tahun atau balita (Kemenkes, 2016).
 
Tembakau maupun rokok merupakan zat berbahaya, yang berdampak buruk bagi kesehatan anak di masa depan, bahkan dapat menyebabkan kematian. Dampak penggunaan rokok baru akan dirasakan 15-20 tahun mendatang, saat anak menginjak usia produktif.

Sebanyak 225.700 orang meninggal dunia setiap tahun akibat rokok di Indonesia, dan 7 persennya, atau sekitar 15.844 orang adalah perempuan (Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia, 2018).

Hal ini membuktikan bahwa tidak hanya anak, perempuan juga termasuk kelompok rentan, yang menjadi second-hand smoke (perokok pasif) dan berisiko lebih berbahaya dibandingkan first-hand smoke (perokok aktif).

"Untuk itu, perlindungan terhadap tembakau pun tidak hanya ditargetkan kepada anak, tetapi juga kepada perempuan,” ujar Yohana.
 
Kemen PPPA terus mendorong pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak serta meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan berkelanjutan melalui pengarusutamaan gender. Mengingat perempuan merupakan kunci dalam mencetak generasi emas yang sehat dan berdaya saing di masa mendatang.

Perempuan harus berdaya dan mampu melindungi diri maupun anaknya dari bahaya rokok. Terkait pengendalian rokok, Kemen PPPA telah melakukan Kampanye "Anak Indonesia Hebat Tanpa Rokok" pada 2017 lalu, yang diikuti 1.000 anak (usia 13-17 Tahun).
 
Sejak 2006, Kemen PPPA telah membuat kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) yang dikembangkan pada 2010. Saat ini penyusunan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai KLA telah siap 90 persen. Melalui kebijakan ini, pemerintah daerah didorong untuk meningkatkan pembangunan berbasis Hak Anak.

Ada 24 Indikator untuk mewujudkan KLA, salah satunya adalah pengendalian tembakau melalui kawasan tanpa rokok (KTR), pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok. Hal ini akan mendorong setiap daerah di Indonesia untuk membatasi rokok. Hingga saat ini, 43,2% kabupaten/kota di Indonesia telah memiliki regulasi terkait pengaturan rokok.
 
Terdapat lima target strategi kebijakan KLA, terkait pengendalian rokok, yaitu langsung ke anak dan melalui keluarga, dengan melatih menjadi Pelopor dan Pelapor (2P) dengan kampanye dan sosialisasi; melalui lingkungan, dengan mendorong terbitnya peraturan daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok; melalui Sekolah, dengan kebijakan Sekolah Ramah Anak; serta melalui Daerah dengan mendorong terwujudnya KLA, yang saat ini sudah terbentuk di 389 Kab/Kota.

KLA ini diharapkan dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan (SDG’s) dan Indonesia Layak Anak di pada 2030 mendatang.

 

KEYWORD :

Perempuan Rokok Anak




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :