Jum'at, 19/04/2024 02:19 WIB

Kwik Kian Gie: "Sjamsul (Nursalim) Bukan Obligor yang Kooperatif"

Utang petambak penuh dengan konflik kepentingan lantaran pada kenyataannya para petambak udang tidak mereka menerima kredit BDNI

Mantan Menteri Koordinator Ekonomi Kwik Kian Gie

Jakarta - Mantan Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri (Menko Ekuin) sekaligus mantan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) ‎Kwik Kian Gie menyebut‎ obligor sekaligus pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim tidak kooperatif.

Hal itu disampaikan Kwik saat bersaksi untuk terdakwa ‎mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (5/7/2018). "Sjamsul Nursalim tidak kooperatif, `personal guarantee` juga tidak diberikan oleh Sjamsul Nursalim," ungkap Kwik saat bersaksi.‎

"Personal Guarantee" adalah kewajiban perorangan untuk menjamin memenuhi perutangan saat debitur wanprestasi. ‎BDNI adalah salah satu bank yang dinyatakan tidak sehat dan harus ditutup saat krisis moneter pada 1998.
   
Berdasarkan perhitungan BPPN, BDNI per 21 Agustus 1998 memiliki utang (kewajiban) sebesar Rp 47,258 triliun. Sementara aset yang dimiliki BDNI adalah sebesar Rp 18,85 triliun termasuk di dalamnya piutang Rp 4,8 triliun kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM) milik Sjamsul Nursalim.
   
Belakangan piutang Rp 4,8 triliun itu macet sehingga Sjamsul Nursalim sebagai pemilik perusahaan penjamin yaitu DCD dan WM harus menyerahkan "personal guarantee" kepada BPPN. Namun, Sjamsul tak pernah memberikannya.‎
   
"Pemilik dari sebuah PT secara pribadi seharusnya bertanggung jawab atas seluruh kekayaan pribadinya. Karena banyak penyelewenangan di PT ini maka lazimnya pemerintah meminta `personal guarantee, jadi kami minta `personal guarantee`," kata Kwik.
   
Dikatakan Kwik, utang petambak penuh dengan konflik kepentingan lantaran pada kenyataannya para petambak udang tidak mereka menerima kredit BDNI dan cara pembayarannya ditentukan BDNI. ‎"Nilai tambak utang itu adalah 0 karena sudah kering dan beracun.

Waktu itu juga terjadi demonstrasi besar-besaran para petambak dan petambak mengklaim segala sesuatu didasarkan pada dolar AS, petambak harus jual udang ke Dipasena dengan harga jauh lebih murah dari harga pokok, saat itu sampai kerusuhan dan ada tewas, jadi ini dikategorikan irregularity," terang Kwik.
   
Saat ditemukan "irregularity" itu, BPPN memanggil kantor audit publik untuk melakukan audit terhadap BDNI. "Sjamsul bukan obligor yang kooperatif, kategori kooperatif itu bila obligor dipanggil datang, diajak bicara mau, tapi untuk saya obligor kooperatif belum tentu menyelesaikan masalah karena pengusaha atau obligor bisa bersikap kooperatif tapi secara de facto tidak membayar, untuk saya ukuran kooperatif ada atau tidak uang negara yang masuk ke kas negara," tandas Kwik.‎

Dalam perkara dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI, Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) periode 2002-2004 didakwa bersama-sama dengan Ketua KKSK Dorojatun Kuntjoro-Jakti serta pemilik BDNI Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim. Perbuatan mereka diduga merugikan keuang negara senilai Rp 4,58 triliun.

KEYWORD :

SKL BLIB Sjamsul Nursalim Kwik Kian Gie




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :