Sepanjang 2015 hingga 2016, bumi mengalami peningkatan CO2 paling pesat selama hampir 2.000 tahun belakangan.
Sebuah penelitian yang dilakukan peneluti dari Universitas Harvard menyebutkan bahwa gunung yang mengikis (erosi) dapat menarik
Konsentrasi CO2 (karbondioksida) di atmosfer sebesar 405,5 ppm (part per million), meningkat dari 403,3 ppm pada 2016 lalu, dan 400,1 ppm pada tahun sebelumnya.
Tingkat CO2 biasanya memuncak di Mauna Loa sekitar tahun ini, tetapi tingkat karbon dioksida telah meningkat secara konsisten selama beberapa dekade terakhir.
robot penjelajah Mars menunjukkan bahwa planet Mars lebih banyak mengandung karbondioksida (CO2) ketimbang oksigen.
Menurut Nissa, dengan menanam Lidah Mertua dengan media tanam hidrogel, akar tanaman tersebut rupanya mampu menurunkan kadar karbondioksida (CO2) di sekitarnya.
Outputnya berupa terukurnya nilai gas Nitrogen Oksida (N2O) dan Karbondioksida (CO2).
Idenya adalah bahwa ini dapat membantu menangkap dan menghilangkan CO2 yang berlebihan dari lingkungan dan mengubahnya menjadi sesuatu yang berguna.
Meskipun ada penurunan polusi yang terkait dengan pandemi COVID-19, tingkat CO2 dan metana di atmosfer mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada tahun 2021.
Metana adalah gas rumah kaca utama setelah karbon dioksida. Unsur ini memiliki potensi perangkap panas yang lebih tinggi daripada CO2, tetapi terurai lebih cepat di atmosfer.