Wakil Ketua DPD RI Mahyudin berharap ke depannya sistem bikameral (dua kamar) bisa berjalan sebagai mestinya untuk menciptakan mekanisme check and balances.
DPD RI selama ini belum diberikan porsi yang sesuai sebagai lembaga perwakilan daerah. Selama ini DPD RI hanya menjadi etalase politik.
Saya merasa aneh, kita hanya terjebak dalam isu PPHN yang tidak terlalu urgent untuk dilakukan. Amandemen yang paling penting adalah membentuk sistem bikameral yang kuat. Dengan meng-amandemen Pasal 22D dalam UU MD3.
DPD RI sudah periode ke empat, namun keberadaannya seperti ada dan tiada. Banyak orang berkualitas di DPD, bahkan ada 18 orang alumni kepala daerah, namun kemampuan kredibilitasnya terjebak dalam rutinitas yang tidak tahu ke mana arahnya.
DPD RI juga diharapkan mampu menampung kepentingan daerah secara memadai, serta memperjuangkan aspirasi daerah dalam lembaga legislatif.
Amandemen juga harus menjadi momentum penguatan kelembagaan DPD RI sebagai lembaga perwakilan dalam sistem bikameral.
Motivasi perubahan yang dilaksanakan pasca reformasi menegaskan bahwa hukum berdiri diatas segalanyanya, tingkah laku dan tindak tanduk masyarakat maupun pemerintah berdasarkan hukum adalah perihal yang paling utama (Supremasi Hukum).
Sayangnya, kelima cita–cita DPD ini tidak berjalan efektif. Hal ini disebabkan lemahnya kewenangan DPD RI dalam sistem bikameral. Karena itu penguatan sistem bikameral yang efektif dan setara merupakan agenda kita bersama, bukan hanya DPD RI, tetapi juga daerah. Saya yakin walaupun daerah dipimpin oleh Kepala Daerah yang berasal dari parpol yang beragam tetapi tetap berkeinginan agar DPD RI diperkuat.