Penghapusan premium dapat diartikan Pemerintah lepas tanggung jawab dalam menyediakan bahan bakar minyak yang terjangkau untuk rakyat dengan dalih lingkungan.
Jangan sampai karena niat menghemat anggaran kompensasi malah menimbulkan gejolak sosial di kalangan masyarakat.
Sejak 2019 hingga 2021, pembangunan riset dan teknologi nasional menjadi semakin suram, terutama terkait dengan aspek kelembagaannya. Padahal untuk membangun techno-structure kelembagaan riset-teknologi tersebut butuh waktu panjang.
Pemerintah jangan gegabah, perlu memikirkan soal ini secara seksama. Jangan sampai program strategis yang menjadi amanat PRBM Eijkman, misalnya untuk mengembangkan riset Vaksin Merah Putih menjadi mandeg atau terbengkalai.
Perpres ini telah menganulir pernyataan Menteri ESDM yang berencana menghapus Premium di Jawa-Madura-Bali (Jamali) tahun 2022. Dengan kebijakan ini, maka artinya Premium tetap ada sebagai BBM Khusus Penugasan dan didistribusikan secara nasional dari Sabang sampai Merauke.
Apa yang terjadi di bidang ristek saat ini adalah efek bola salju dari politisasi Iptek dan dehabibienisasi. Pemerintah terlalu memaksakan diri dan sradak-sruduk dalam menata kelembagaan Ristek nasional. Jadi terkesan bukannya menata, tetapi malah mengacak-acak.
Saya mempertanyakan wacana ini, karena makin tidak jelas. Sebab Pertalite itu BBM umum yang tidak diawasi. Sementara Premium ini adalah BBM khusus penugasan. Nah BBM jenis baru itu jenis kelaminnya apa. BBM Umum atau BBM Khusus penugasan?
Sebaiknya Presiden mendengar masukan para tokoh yang disampaikan dalam petisi tersebut. Presiden jangan cuek dan nekat melanjutkan proses peleburan lembaga penelitian ini ke BRIN. Karena saat ini saja sudah banyak masalah yang terjadi. Mulai dari aspek kelembagaan, anggaran hingga pengaturan SDM.
Pemerintah dalam menetapkan suatu kebijakan harus akurat jangan sekedar gertak sambal, yang akhirnya mudah di lobby pengusaha. Faktanya baru sepuluh hari sejak ditetapkan pelarangan ekspor batu bara ini, kebijakan tersebut sudah dicabut kembali. Ini kan jadi terkesan kebijakan yang mencla-mencle dan tidak berwibawa.
Perlu kita kaji secara mendalam skema BLU ini. Karena secara umum ini menambah kelembagaan baru untuk penarikan iuran eksport batubara. Saya masih khawatir ini belum tentu berjalan secara efektif. Kalau hasil iuran tersebut terhambat masuk PLN maka akan menyulitkan PLN dalam membeli batu bara seharga pasar.