Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta kembali menggelar sidang perkara dugaan korupsi SKL BLBI yang membelit terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung selaku mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Bambang menjelaskan, petani tambak pada saat itu sedang mengalami kesulitan berat lantaran devaluasi Rupiah yang membuat hutangnya membengkak.
Untuk membayar BLBI itu, lanjut Syafruddin, pertama-tama adalah menggunakan aset bank itu sendiri.
Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) menyebut kerugian negara atas menyusutnya aset kredit petani tambak terjadi ketika penjualan aset pada tahun 2007.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membacakan tuntutan kepada terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT), Senin (3/9).
Yusril Ihza Mahendra, penasehat hukum mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) menilai, isi tuntutan JPU yang didakwakan kepada kliennya tidak berdasar dan lemah.
Sjafruddin Arsyad Temenggung (SAT) akan menyampaikan pledoi atas tuntutan yang telah disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Senin (3/9) lalu.
Mantan Ketua BPP, Syafruddin Arsyad Temenggung membantah dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK terkait telah memperkaya Sjamsul Nursalim.
KPK disebut telah terhasut kampanye konglomerat hitam. Hal itu terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi penghapusan piutang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan merugikan keuangan negara hingga Rp4,58 triliun.
Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) menyebut pemberian SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim (SN) sudah sesuai dengan hasil audit BPK yang telah diserahkan kepada DPR dan Pemerintah.