Sabtu, 04/05/2024 00:08 WIB

Alissa Wahid Ungkap Progresifitas Pemikiran KH Abdul Wahid Hasyim

Membedah Kiprah Politik KH Wahid Hasyim

Alissa Wahid

Jakarta, Jurnas.com - Progresifitas pemikiran dan kiprah perjuangan KH. Abdul Wahid Hasyim bagi bangsa Indonesia ternyata sangat dalam dan menonjol.

National Director of Gusdurian Network Indonesia, Alissa Wahid mengatakan pemikiran dan sikap progresif KH Wahid Hasyim sudah terlihat sejak masih muda, baik di masa perjuangan kemerdekaan, pada masa peletakan pondasi dasar-dasar negara Indonesia, hingga mengisi kemerdekaan Indonesia.

"Progresifitas pemikiran dan keterbukaan sikap KH Wahid Hasyim ini terbentuk berkat pengetahuannya yang mendalam tentang berbagai ilmu pengetahuan," kata Alissa Wahid yang merupakan cucu dari KH. Wahid Hasyim.

Dengan wawasannya yang dalam, lanjut Alissa, sikap keseharian KH. Wahid Hasyim pun menjadi sangat terbuka, baik terhadap pemikiran baru maupun dalam pergaulan keseharian.

"Rumah beliau dibuka, termasuk kepada teman-teman kelompok kiri," jelas Alissa.

Sikap terbuka ini, lanjut Alissa, bisa dibuktikan dengan keteguhannya memegang sistem musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan. Sehingga dalam pendirian dasar-dasar negara Indonesia, KH Wahid Hasyim menyatakan menerima penghapusan tujuh kata dalam piagam Jakarta (kewajiban menjalankan syariat Islam, red).

"Ini karena keterbukaan pemikiran beliau terhadap bangunan negara bangsa, sehingga menerima penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Tetapi tidak menafikkan ruang bagi umat muslim menjalankan keyakinan keagamaan seluas-luasnya," jelasnya.

Kata Alissa, progresifitas KH wahid Hasyim juga terlihat, ketika beliau membuka ruang bagi perempuan untuk menjadi hakim Islam. Sehingga di Indonesia perempuan bisa mengambil peran dalam kehakiman. Dan ini sangat progresif di masa itu.

"Banyak negara Islam yang melarang adanya hakim perempuan. Tapi Wahid Hasyim pada tahun 50-an awal, memberikan hakim agama bagi perempuan. Dalam hal ini menurut saya KH Wahid Hasyim lebih progresif daripada Gus Dur," jelasnya.

Progresifitas Wahid Hasyim  juga dapat dibuktikan dalam hal pendidikan. Sejak muda, yakni di usia 19 tahun KH wahid Hasyim sudah membuka pelajaran ilmu agama dan pengetahuan umum sekaligus. Sesuatu yang pada masa itu tidak ada di pendidilan pesantren.

Perjuangan KH. Wahid Hasyim ini karena sangat meyakini bahwa masa depan umat Islam Indonesia akan dipengaruhi kemampuannya dalam ilmu pengetahuan umum.

"Jadi selain belajar bahasa arab juga bahasa non-Arab di Tebuireng dan membuat lembaga pendidikan yang terpisah di Tebuireng. Beliau sangat kuat membuat pembaruan terkait pendidikan. Memperkenalkan hal baru dalam pendidikan pesantren," katanya.

Sementara itu, Cendekiawan NU Ulil Abshar Abdalla mengatakan, sosok KH Wahid Hasyim adalah tokoh luar biasa yang selama ini luput dari pendalaman catatan sejarah.

Menurut Ulil, dalam penulisan sejarah di Indonesia, selalu narasinya terkait kekuatan peranan anak-anak muda yang hidup dalam sekolah Belanda. Baik HIS, Stovia dan lainnya.

"Historiografi itu secara faktual tak salah, tapi kurang
berimbang. Sebab peran dari kalangan pendidik Islam dan yang non pendidikan Belanda juga ada. Ini diwakili oleh KH. Wahid Hasyim," jelas Ulil.

Ia menuturkan bahwa sejak di pondok pesantren, minat baca Wahid Hasyim sangat tinggi, sehingga dia bisa menguasai aneka bahasa.

"Beliau belajar bahasa Belanda dari sepupunya, yakni KH. Ilyas yang pernah belajar di HIS Surabaya. Kemudian belajar di Tebuireng," kata Ulil.

"Intinya, KH Wahid Hasyim adalah contoh bagus seorang ilmuan muslim yang bukan dari pendidikan Belanda. Dan peranannya dalam pendirian bangsa ini sangat menonjol," tegas Ulil.

KEYWORD :

Alissa Wahid KH Wahid Hasyim progresifitas Tebuireng




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :