Minggu, 28/04/2024 20:35 WIB

Sultan Najamudin: Pembangunan Ibukota Baru Tak Harus Dimulai 2021

Wakil Ketua DPD RI, Sultan B Najamudin angkat bicara soal pernyataan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa yang menyebutkan bahwa pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru mampu mendorong ekonomi Indonesia.

Wakil Ketua DPD RI, Sultan B Najamudin

Jakarta, Jurnas.com - Wakil Ketua DPD RI, Sultan B Najamudin angkat bicara soal pernyataan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa yang menyebutkan bahwa pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru mampu mendorong ekonomi Indonesia.

Senator muda asal Bengkulu ini meminta pemerintah harus benar-benar mengkaji secara komprehensif atas rencana yang digulirkan tersebut.

"Kita tidak sedang baik-baik saja. Sebab bangsa ini masih menghadapi ujian dari pandemi global Covid-19 yang membuat seluruh sektor kehidupan di Indonesia memburuk. Maka penting untuk mengkaji ulang terhadap rencana pemerintah  yang menginginkan pembangunan dimulai pada tahun ini,” kata dia dalam keterangan resmi, Kamis (18/3).

Sultan Najamudin sangat mendukung terobosan pemerintah untuk memindahkan Ibu kota negara. Baginya, persoalan ekologis dari kepadatan penduduk, ketimpangan sosial, dan kesenjangan ekonomi di DKI Jakarta adalah masalah utama. Hanya saja menurutnya tetap harus mempertimbangkan kondisi yang ada secara objektif, cermat dan holistik.

Sultan menyarankan, porsi belanja sosial dalam APBN harus tetap menjadi prioritas utama untuk kepentingan menjaga pertumbuhan ekonomi.

"Seharusnya dalam situasi ekonomi yang lesu dan ditengah ketidak pastian, maka fokus anggaran kita harus tetap kepada penanganan Covid-19 sekaligus mengantisipasi pada dampak sosial dan ekonomi masyarakat. Maka wajib untuk mempertimbangkan penundaan terhadap pembangunan istana kepresidenan di Ibukota Negara yang baru. Melalui anggaran yang terbatas, pemerintah seharusnya bisa menggenjot konsumsi dalam negeri, salah satu caranya dengan memperbesar belanja sosial,” jelasnya.

Pandemi Covid-19 di Indonesia telah berujung pada krisis sosial-ekonomi yang dampaknya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Utamanya kelompok 40 persen masyarakat dengan tingkat kesejahteraan terendah, lanjut Sultan.  Karenanya, untuk menangani krisis tersebut, pemerintah juga harus memastikan keuangan negara tetap menjamin program-program dalam jaring pengaman sosial-ekonomi agar tetap berjalan seperti selama ini.

"Uang dari penundaan membangun fasilitas ibu kota baru bisa digunakan untuk mempercepat pengurangan kemiskinan dengan meningkatkan produktivitas sektor pertanian serta industri dengan pusat pengembangannya berbasis diseluruh daerah. Jadi kurang tepat apabila rencana pembangunan di ibu kota negara (baru) dilakukan pada tahun ini dengan dalih untuk mendorong pemerataan ekonomi,” jelas Sultan.

Adapun pembangunan dan pemindahan ibu kota menurut klaim pemerintah bahwa negara akan mendapatkan dampak positif pada berbagai faktor dan sektor-sektor pendorong ekonomi dengan kontribusi antara 1,8 persen sampai 2,2 persen terhadap perekonomian.

Mantan Wakil Gubernur Bengkulu tersebut juga membeberkan rujukan dari studi yang dilakukan Indef. Dari hasil studi yang dilangsungkan pada Agustus 2019 menggunakan sumber data Badan Pusat Statistik (BPS), tabel sistem Neraca Sosial Ekonomi 2008 yang diperbaharui, tabel input output interegional, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), dan beberapa data pendukung lainnya.

Indef juga menemukan bahwa pemindahan ibu kota tak membawa dampak signifikan kepada indikator makro ekonomi yang menopang pertumbuhan, seperti konsumsi rumah tangga, investasi, belanja pemerintah, dan ekspor impor. Satu-satunya indikator ekonomi makro yang mendapatkan sentimen positif dari pemindahan ibu kota adalah belanja pemerintah. Tak heran, sebab pemindahan ibu kota menyedot dana Rp323 triliun-Rp466 triliun.

Indef memproyeksi pemindahan ibu kota akan menyumbang belanja pemerintah nasional sebesar 0,34 persen. Upaya pemindahan ibu kota juga berkontribusi pada kenaikan belanja pemerintah Kalimantan Timur sebesar 16,12 persen.

"Rencana pemindahan ibu kota harus mempertimbangkan keuangan negara, utang dan beban ekonomi rakyat pengaruh dari kondisi Covid-19. Meskipun untuk pertumbuhan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) di Pulau Kalimantan secara umum berdampak positif, namun nilainya sangat kecil dan tidak signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Kita harus melihat perkembangan beberapa waktu kedepan, jadi tidak perlu tergesa-gesa hingga sampai kondisi sudah mulai membaik,” demikian Sultan Najamudin.

KEYWORD :

Warta DPD Pimpinan DPD Sultan Najamudin Ibukota Bengkulu




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :