Jum'at, 03/05/2024 20:38 WIB

Sempat Jadi Saksi Kasus Edhy, Pengendali PT ACK Meninggal Dunia

Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, Deden Deni meninggal pasa 31 Desember 2020 kemarin.

Gedung KPK

Jakarta, Jurnas.com - Seorang saksi dalam kasus suap perizinan ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pengendali PT Aero Citra Kargo (ACK), Deden Deni meninggal dunia.

Deden Deni sempat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus ini pada 7 Desember 2020 lalu. Saat itu, penyidik mendalami ihwal pengajuan permohonan izin ekspor benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, Deden Deni meninggal pasa 31 Desember 2020 kemarin.

"Informasi yang kami terima yang bersangkutan meninggal sekitar tanggal 31 Desember yang lalu," kata Ali saat dikonfirmasi, Senin (4/1).

KPK pun sempat mencegah Deden Deni dalam kapasitasnya sebagai Direktur PT Perishable Logistic Indonesia (PLI) untuk bepergian keluar negeri.

Selain Deden, KPK juga mencegah istri Menteri nonaktif Kelautan dan Perikanan Edhy PrabowoIis Rosyita D, dan dua orang pihak swasta, yaitu Neti Herawati dan Dipo Tjahjo P bepergian ke luar negeri.

Surat pencegahan itu telah dikirimkan KPK ke Direktorat Jendral Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Republik Indonesia.

Ali mengatakan, meski saksi Deden meninggal, hal ini tidak mengganggu proses penyidikan Edhy Prabowo.

"Sejauh ini masih berjalan dan tentu masih banyak saksi dan alat bukti lain yang memperkuat pembuktian rangkaian perbuataan dugaan korupsi para tersangka," jelas Ali.

Seperti diketahui, KPK telah menetapkan 7 orang sebagai tersangka pada 25 November 2020 lalu dalam kasus dugaan rasuah penetapan izin ekspor benih lobster atau benur.

Enam orang yang diduga sebagai penerima suap, yakni, Menteri KKP non aktif Edhy Prabowo; Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP; Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP; Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK); Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP; Amiril Mukminin selaku swasta (AM).

Sementara diduga sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).

Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.

Keenam tersangka penerima disangkakan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan tersangka pemberi disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KEYWORD :

KPK Edhy Prabowo Menteri Kelautan dan Perikanan Iis Rosyita Ekspor Benur




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :