Minggu, 05/05/2024 16:09 WIB

Sidang Dakwaan, Irjen Pol Napoleon Bonaparte Minta Uang Tambahan untuk `Petinggi Kita`

Napoleon meminta harga lebih tinggi dari sebelumnya sebesar Rp3 miliar menjadi Rp7 miliar untuk mengurus penghapusan red notice Djoko Tjandra

Irjen Napoleon Bonaparte

Jakarta, Jurnas.com - Dalam sidang perdana kasus dugaan suap terkait penghapusan Red Notice Djoko Tjandra, terungkap bahwa mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte meminta uang tambahan sebagai imbalan penghapusan red notice Djoko Tjandra.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zulkipli mengatakan bahwa, Napoleon, Tommy Sumardi selaku rekan dari Djoko Tjandra, dan eks Kabiro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo bertemu pada 27 April lalu.

Dimana, Napoleon meminta harga lebih tinggi dari sebelumnya sebesar Rp3 miliar menjadi Rp7 miliar untuk mengurus penghapusan red notice Djoko Tjandra. Hal tersebut karena diduga untuk mengamankan atasannya juga.

"Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut dengan mengatakan, `Ini apaan nih segini, enggak mau saya. Naik, Ji, jadi 7 (miliar), Ji, soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau`, dan berkata `Petinggi kita ini`," kata jaksa Zulkipli dalam membacakan surat dakwaan, Senin (2/11).

Di hari yang sama, Djoko Tjandra menyuruh perantaranya untuk memberikan uang sebesar 100.000 dolar AS kepada Tommy. Kemudian, Tommy dan Prasetijo langsung menemui Napoleon di Kantor Divhubinter untuk memberikan uang tersebut.

Ketika dalam perjalanan untuk bertemu Napoleon, Prasetijo pun meminta jatah dari 100.000 dolar AS itu.

"Saat di perjalanan di dalam mobil, Prasetijo Utomo melihat uang yang dibawa oleh Tommy Sumardi, kemudian mengatakan, `Banyak banget ini, Ji, buat beliau? Buat gue mana?’,” tutur jaksa.

Lalu, Prasetijo pun membagi menjadi dua uang tersebut dengan mengatakan `ini buat gue, nah ini buat beliau`.

Namun, Napoleon menolak uang 50.000 ribu dolar AS yang telah dibagi dua oleh Prasetijo, serta meminta dengan jumlah uang yang lebih besar.

Pada akhirnya, Napoleon menerima uang sebesar 200.000 dolar Singapura dan 270.000 dolar As atau sekitar Rp6,1 miliar. Sedangkan, Prasetijo menerima uang  150.000 dolar AS atau sekitar Rp2,2 miliar

Setelah suap tersebut, Surat dari Devisi Hubungan Internasional Polri diserahkan kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham yang membuat status DPO dari Djoko Tjandra di hapus dari sistem imigrasi.

Napoleon dan Prasetijo dijerat dengan Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

KEYWORD :

Kasus Djoko Tjandra Napoleon Bonaparte Prasetijo Utomo




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :