Jum'at, 13/06/2025 09:25 WIB

Mencegah Tirani Yudikatif, Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman Perlu Diatur

MK sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman perlu dijamin kemerdekaannya, sebab kekuasaan kehakiman merupakan satu-satunya kekuasaan yang diyakini merdeka dan harus senantiasa dijamin merdeka oleh konstitusi berdasarkan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir menerima draf RUU tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dari Menkumham, Yasonna Laoly

Jakarta, Jurnas.com - Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman perlu dijamin kemerdekaannya, sebab kekuasaan kehakiman merupakan satu-satunya kekuasaan yang diyakini merdeka dan harus senantiasa dijamin merdeka oleh konstitusi berdasarkan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945.

Dimana, kemerdekaan kekuasaan kehakiman merupakan salah satu pilar utama bagi terselenggaranya negara hukum sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.

Demikian disampaikan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III DPR dengan agenda penyampaian Pandangan dan Pendapat Presiden atas Rancangan Undang­-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (24/8).

"Namun demikian, kemerdekaan kekuasaan kehakiman tetap perlu diatur guna mencegah terjadinya tirani yudikatif dalam penyelenggaraan suatu sistem pemerintahan yang demokratis," kata Yasonna.

Oleh karena itu, kata Yasonna, pengaturan mengenai jaminan kemerdekaan kekuasaan kehakiman di Indonesia, khususnya dalam konteks Mahkamah Konstitusi sebagai the sole interpreter and the guardian of the constitution, mutlak diperlukan.

"Agar peran Mahkamah Konstitusi sebagai penafsir tunggal dan penjaga konstitusi dapat lebih optimal sesuai harapan para pencari keadilan," kata Yasonna.

Kata Yasonna, besarnya kewenangan Mahkamah Konstitusi dan luasnya dampak dari suatu Putusan Mahkamah Konstitusi menjadi alasan tersedianya sembilan orang negarawan berintegritas dan berkepribadian tidak tercela yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.

"Sebagai Hakim Konstitusi secara berkelanjutan merupakan conditio sine qua non dalam mewujudkan supremasi konstitusi di Indonesia sehingga proses tersebut memerlukan syarat dan mekanisme yang sangat selektif," terangnya.

"Dinamika pengaturan mengenai syarat untuk menjadi Hakim Konstitusi, baik melalui perubahan UU/Perppu maupun melalui Putusan Mahkamah Konstitusi, menunjukkan bahwa harapan masyarakat dari waktu ke waktu terhadap kualitas ideal Hakim Konstitusi semakin meningkat sehingga pengaturan mengenai syarat dan mekanisme pengangkatan dan pemberhentian Hakim Konstitusi perlu diatur lebih baik secara proporsional, namun tetap konstitusional," kata Yasonna.

KEYWORD :

Warta DPR Komisi III DPR Menkumham RUU Mahkamah Konstitusi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :