Jum'at, 10/05/2024 00:32 WIB

Kotak Hijau Kupas Buku "Tol Laut, Denyut Ekonomi NKRI"

Kotak Hijau membedah buku berjudul Tol Laut Jokowi, Denyut Ekonomi NKRI. Seluk beluk dan manfaat Tol Laut berhasil dikupas hingga tuntas. 

Ketua Presidium Kotak Hijau Fahmi Fachrudin (kanan) bersama Akhmad Sujadi (tengah) dalam bedah buku berjudul Tol Laut Jokowi, Denyut Ekonomi NKRI.

Jakarta, jurnas.com - Relawan Kotak Hijau menggelar acara bedah buku berjudul `Tol Laut Jokowi, Denyut Ekonomi NKRI` karya Akhmad Sujadi di Rumah Umat Kotak Hijau, Kebayoran Baru , Jakarta Selatan, Rabu (13/3).

Diskusi yang dipandu Ketua Presidium Kotak Hijau, Fahmi Fachrudin berlangsung hangat, juga berhasil mengupas tuntas seluk beluk hingga manfaat tol laut yang menjadi salah satu program unggulan Pemerintahan Jokowi selama ini.

Diskusi dimulai dengan penjelasan sebelum adanya tol laut, bagaimana sulitnya masyarakat yang tinggal di daerah tertinggal, terpencil, terdepan dan perbatasan (T3P) dalam memenuhi kebutuhan pokok dan barang-barang penting lainnya.

Bahkan di daerah Natuna, Tarempa Kepulauan Riau, dan Nunukan di Kalimantan Utara sebagian kebutuhan pokok dipenuhi dari negara tetangga, Malaysia. Demikian pula bagi warga di Moa dan Kisar, Maluku Tenggara Barat, sebagian kebutuhan dipasok dari Timor Leste.

Namun setelah ada Tol Laut yang merupakan pelayaran kapal secara langsung, terjadwal, dan rutin, maka segala kebutuhan masyarakat di T3P telah bisa dipenuhi. Bahkan mampu menurunkan disparitas harga sehingga kebutuhan pokok lebih terjangkau dan memberikan efek ekonomi.

"Masyarakat di kawasan T3P tak perlu lagi belanja ke negara tetangga seperti sebelum-sebelumnya," kata Sujadi.

Ia mengakui, Tol Laut tak setenar program jalan Tol Trans Jawa, Tol Trans Sumatera, maupun jalan Tol Kalimantan yang dibangun pemerintah. Padahal dari sisi manfaat, Tol Laut ini memberi solusi langsung bagi warga negara RI yang tinggal di daerah T3P.

“Warga di Tarakan, Kalimantan Utara misalnya. Mereka kini mulai merintis berjualan ayam geprek yang di Jawa menjamur. Harga ayam beku yang lebih murah dari sebelumnya, membuat remaja di Tarakan merintis, membuka usaha ayam kripsi dan ayam geprek," terang Sujadi.

Ia menuturkan, seorang pelaku Tol Laut dari Anambas bernama Pak Hadi adalah contoh masyarakat yang merasakan langsung manfaat Tol Laut.

Kata Sujadi, sebelum ada Tol Laut, ikan gurita atau octopus tidak laku dijual. Kalau pun ada yang beli, harganya paling banter Rp15 ribu per kg. Tapi setelah ada Tol Laut, ikan dapat dipasarkan di Jakarta dan harganya naik menjadi Rp40 hingga Rp55 ribu per kg.

"Pak Hadi membeli dari nelayan yang makin bergairah melaut sejak dijalankan Tol Laut dari Tanjung Priok, Jakarta ke Natuna," ujar Sujadi.

Ketua Presidium Kotak Hijau Fahmi Fachrudin sesekali menimpali, bahwa Buku Tol Laut Jokowi yang dikarang Sujadi memaparkan bagaimana Tol Laut terus berkembang, dari 2 rute sejak diluncurkan pada 4 November 2015 menjadi 18 rute pada 2018.

Tol Laut juga tidak hanya mengoperaikan kapal kargo untuk angkutan bahan pokok dan barang penting saja, juga mengoperasikan 6 kapal ternak.

Kapal ternak pertama diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 10 November 2015 di Ujung Kamal, Madura, Jawa Timur.

Sekarang telah bertambah menjadi 6 kapal ternak yang dioperasikan PELNI, ASDP Indonesia Ferry dan perusahaan pelayaran swasta nasional ini sangat mendukung distribusi ternak antar pulau.

Sujadi menjelaskan, sebelum ada kapal ternak, untuk mengirim sapi dari NTT, NTB dan Bali ke Jawa menggunakan kapal kargo yang disekat dengan bambu.

"Untuk menaikkan hewan, sapi diikat dan diangkat dengan crane, hewan menjadi stres dan bobotnya susut hingga 22 %," terang Sujadi.

Setelah ada kapal khusus angkutan ternak, cara memuat sapi ke kapal cukup mudah. Truk tinggal menempel ke kapal, sapi tinggal digiring, diarahkan ke kamar-kamar di kapal.

Demikian pula ketika membongkar muatan sapi, cukup digiring menuju truk yang sudah siap di sisi kapal. Kapal ternak juga dilengkapi dokter hewan serta kledeng atau pengurus ternak selama pelayaran, sehingga kesehatan hewan sangat terjaga dan dapat mengurangi susut bobot sapi hidup dari 22 % menjadi 5 % saja.

"Ini tentu menguntungkan peternak dan juga pedagang,” tegas Sujadi yang pernah menjadi juru parkir kereta ini.

Tak berhenti pada pengoperasian kapal saja, untuk mempertahankan atau untuk memenuhi stok barang dan menjaga stabilitas harga, Kementerian Perhubungan dan Kementerian BUMN bersinergi dengan menugaskan BUMN transportasi laut, BUMN penyelenggara pelabuhan dan BUMN penyedia pangan untuk membangun “Rumah Kita” di daerah T3P.

Keberadaan “Rumah Kita” dengan tampilan modern sebagai pusat perdagangan dan distribusi logistik ke wilayah lanjutan di daerah tujuan Tol Laut, telah menjadi pelopor modernisasi perdagangan.

"Pengelolaan Rumah Kita yang bekerjasama dengan BUMD, BUMDes, Koperasi dan para pengusaha daerah juga menjadi acuan harga di daerah T3P," kata Sujadi.

Buku “Tol Laut Jokowi Denyut Ekonomi NKRI” merupakan buku dokumentasi. Penulis hanya merangkum apa yang dilakukan pemerintah di bawah Presiden Jokowi dalam mewujudkan janji kampanye.

Buku setebal 278 halaman ini ditulis dengan bahasa sederhana agar Tol Laut mudah dipahami pembaca.

“Kami menulis buku secara mandiri. Pak Jokowi tidak kami beritahu, tidak pula dimintai ijin untuk menulis buku ini. Mungkin beliau juga belum dapat bukunya”, tutup Sujadi.(Faris)

KEYWORD :

Tol Laut Jokowi Bedah Buku Sujadi Kotak Hijau Fahmi Fachrudin




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :