Rabu, 24/04/2024 22:24 WIB

Amerika versus Korut

Bersenjatakan Nuklir, Kemanakah Afiliasi India Dan Pakistan?

Amarulla meyakini aliran konflik akan menjalari negara-negara sekawasan jika perang di Semenanjung Korea pecah.

Laksda TNI Dr Amarulla Octavian, ST, MSc, DESD

Jakarta - Korea Utara (Korut) makin sengit kobarkan ancaman terhadap kompatriot sekawasannya, Jepang dan Korea Selatan (Korsel). Negara yang dipimpin presiden Kim Jong Un tersebut juga menggaungkan perang terhadap Amerika Serikat yang menjadi kiblat sekutu Jepang dan Korsel.

Amerika terkesan bereaksi. Kendati sembari menekan China untuk menahan laju propaganda Korut, Amerika tampak menggerakkan kekuatan armada militernya mendekati kawasan Semenanjung Korea.

Akibat kontraksi Korut dan Amerika, kini dunia menanggung cekaman. Sebagaimana pemberitaan berskala internasional akhir-akhir ini, eskalasi ketegangan kedua negara beda benua tersebut makin meningkat bahkan mengarah pada tren negatif yang dapat berujung perang mengerikan.

Dekan Fakultas Menejemen Pertahanan Unhan Laksamana Muda TNI Amarulla Octavian mengatakan gejolak Semenanjung Korea otomatis mencuri perhatian Indonesia. Bertolak dari gejala peristiwa di kawasan Asia Timur tersebut, menurut dia, Indonesia perlu mempersiapkan strategi waspada.

Penyandang gelar Doktor dengan predikat camlaude Universitas Indonesia (UI) ini meyakini aliran konflik akan menjalari negara-negara sekawasan jika perang di Semenanjung Korea pecah. Menurutnya, China tidak akan membiarkan Korut menghadapi kemungkinan serangan Amerika.

"Jika Amerika menghantam Korut, pasti Cina membantu. Jika Cina berhadapan langsung dengan Amerika, maka kemungkinan besar Rusia juga berdiri di belakang Cina," ujar Amarulla dalam wawancaranya kepada Jurnas.com di Jakarta, Senin (24/4/2017).

Mantan Kepala Staf Komando Armada Indonesia Kawasan Barat (Koarmabar) TNI AL ini mengatakan, Indonesia mesti memperluas perhatian melebihi fokus terhadap negara yang tengah berkonflik di permukaan. Karena, kata dia, posisi keberpihakan negara-negara kawasan berpengaruh turut menjadi bahan pertimbangan bagi Indonesia.

Semisal, India dan Pakistan sebagai dua negara di kawasan yang memiliki persenjataan berbasis nuklir.

"Yang patut diwaspadai adalah sikap India dan Pakistan karena keduanya juga punya senjata rudal nuklir sekaligus senjata anti rudal nuklir. Besar kemungkinan India bersikap netral tetapi jika terpaksa pasti memilih berpihak ke Amerika. Sedangkan Pakistan bisa dipastikan bersekutu dengan Cina karena sudah pasti berseberangan dengan Amerika," ungkapnya.

Dalam pandangan Amarulla, konflik di Semenanjung Korea diindikasi tiga faktor utama.

Pertama,menurut dia, ketegangan tersebut merupakan gelombang ketegangan yang merepresentasi gejolak persaingan dua kutub kekuatan dunia era perang dingin, Amerika dan Rusia (dulu Uni Soviet) yang berlanjut hingga saat ini.

"Jelas strategic rivalry antara Amerika dan Rusia yang merupakan kelanjutan dari masa Perang Dingin. Kedua, Kebangkitan Rusia di bawah Presiden Putin jelas menggambarkan kekuatan militer yang lebih mendekati kekuatan Amerika," ungkapnya.

Sedangkan ketiga, lanjut Amarulla, adanya gejala kebangkitan Cina yang dipandang sebagai strategic competitor oleh Amerika.

"Kekuatan militer Cina memang meningkat secara signifikan jika diukur dari negara-negara lain. Tetapi jika diukur dari Amerika, maka kekuatan militer Cina masih di bawah kekuatan militer Cina. Bahkan, sebagian pakar militer dunia menilai gabungan kekuatan militer Rusia-Cina belum tentu bisa menandingi kekuatan militer Amerika," jelasnya.

Betolak dari telaah tersebut, Perwira TNI AAL angkatan 1988 tersebut menjelaskan peta kekuatan dunia sebenarnya masih bipolar meskipun banyak pakar yang menilai sudah multipolar.

"Bipolar adalah kekuatan Amerika dan Sekutu-nya berhadapan dengan kekuatan gabungan Rusia-Cina di seberangnya," ucapnya.

Lebih lanjut Amarulla menyampaikan propaganda Korut diyakini bersumbu dari kontestasi kedua kutub itu.

"Kita ketahui bersama, Cina bersekutu dengan Korut sejak tahun 1950-an. Teknologi senjata nuklir Korut diberikan oleh Cina. Secara geopolitik, Korut adalah negara satelit bagi Cina dengan konsep Cina adalah Heartland dan Korut adalah Peripheral. Sedangkan kepentingan Amerika untuk mengantisipasi kebangkitan militer Cina dapat dimanifestasikan dengan menghantam Korut terlebih dahulu," paparnya.

KEYWORD :

Unhan Laksda TNI Amarulla Octavian




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :