Minggu, 19/05/2024 01:07 WIB

Pengamat Soroti Dugaan Jokowi Aktor Pelemahan Demokrasi

Johan menyatakan krisis etika dan moral bermula sejak Jokowi berupaya meloloskan anaknya, Gibran Rakabuming

Presiden Joko Widodo saat berpidato dalam acara Hakordia 2023.

Jakarta, Jurnas.com - Direktur Nusantara Center, Johan O Silalahi, menyoroti dugaan pelemahan demokrasi yang dilakukan secara sistematis, terutama oleh Presiden Joko Widodo.

Johan menyatakan krisis etika dan moral bermula sejak Jokowi berupaya meloloskan anaknya, Gibran Rakabuming, menjadi calon wakil presiden melalui Mahkamah Konstitusi.

"Akibatnya, seperti guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Muridnya pasti akan lebih brutal. Jokowi memberi contoh buruk, pasti di bawahnya akan meniru bahkan lebih buruk lagi," kata Johan dalam webinar `Pemilihan Presiden Indonesia: Di Tengah Kemelut Etika dan Hukum?` pada Jumat (9/2).

Johan lantas memberikan contoh terbaru skandal moral yang mengarah ke Jokowi lewat podcast CNN Indonesia yang menampilkan kesaksian Andi Widjajanto, yang ditayangkan Jumat (9/2/2024). Andi adalah mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional. Sebenarnya, dia dikenal sebagai `orang Jokowi` sejak lama.

"Andi dan kawan-kawan dipanggil oleh Jokowi dua hari sebelum deklarasi Prabowo-Gibran, dan menyatakan bahwa pertama, pasangan Prabowo-Gibran akan memenangkan Pemilu Presiden 2024 pada tanggal 14 Februari 2024," jelas Johan.

Johan menyatakan bahwa pada kesempatan itu Jokowi juga menyatakan bahwa Partai Solidaritas Indonesia akan lolos ke DPR RI.

"Ini presiden apa ahli nujum, berarti Jokowi sudah bersiap melakukan kecurangan, partai kecil partai baru bisa lolos ke DPR, apalagi kini anggaran iklannya terbesar kedua di bawah PDIP," tegas dia.

Menurut Johan, tidak salah kalau banyak pihak menyatakan bahwa telah terjadi kemunduran total dari sisi kenegarawan. Indonesia telah dibalut krisis moral, dan etika.

Johan khawatir krisis ini akan terus terbawa hingga Pemilu Presiden 2024. Apalagi Komisi Pemilihan Umum RI bertanggung jawab langsung pada presiden.

Johan menggarisbawahi perlunya sanksi keras terhadap ketua dan seluruh anggota KPU dijadikan dasar untuk menegasikan pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden Prabowo Subianto.

Dalam kesempatan yang sama, mantan Duta Besar RI untuk Tunisia sekaligus ilmuwan politik, Prof. Duta Besar Ikrar Nusa Bhakti, menyatakan, demokrasi di Indonesia memang sedang sakit karena Presiden Jokowi tidak mencegah pencalonan putranya, Gibran Rakabuming Raka.

"Sebenarnya tidak menjadi masalah kalau mantan presiden, tapi kalau presiden yang berkuasa mengajukan anaknya yang tidak memenuhi syarat untuk maju, itulah yang menjadi masalah besar. Akhirnya presiden menabrak konstitusi, aturan hukum, dan etika, agar anaknya menjadi calon wakil presiden," jelas Ikrar.

Menurut Ikrar, contoh kasus Gibran berawal dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya, MK tidak memiliki otoritas untuk mengubah pasal dalam UU Pemilu karena yang diajukan tuntutan tersebut pada intinya sama perubahan pasal batas usia calon presiden-calon wakil presiden untuk meloloskan Gibran.

"Kenapa tuntutan sebelumnya ditolak tapi tuntutan No. 90 diterima, itulah awal kekisruhan politik di Indonesia," tegas dia.

Ikrar lantas mempertanyakan Pemilu Presiden 2024 sah atau tidak karena nantinya itu masih akan menjadi persoalan. Apalagi keraguan tentang etika ini diajukan oleh mereka-mereka yang menguasai hukum tata negara. Sayangnya, MK hanya memberi sanksi pelanggaran berat etis.

"Padahal pelanggaran etis itu otomatis melanggar hukum karena etika-lah yang menjadi dasar putusan itu sendiri," jelas dia.

KEYWORD :

Joko Widodo Presiden Jokowi Pelemahan Demokrasi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :