Rabu, 01/05/2024 04:33 WIB

KPK Ingatkan Potensi Gratifikasi soal DPR Minta 80 Kursi Garuda Indonesia untuk Haji

Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK. (Foto: Gery/Jurnas)

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan potensi gratifikasi kepada anggota DPR yang meminta Garuda Indonesia menyiapkan 80 kursi bisnis untuk berangkat ibadah haji ke Tanah Suci.

"Terkait permintaan pesawat khusus oleh anggota dewan untuk keberangkatan ibadah haji, kami sampaikan bahwa KPK mengimbau kepada pihak-pihak terkait untuk memastikan kembali agar permintaan tersebut tidak ada unsur konflik kepentingan ataupun gratifikasi fasilitas khusus bagi para pejabat publik ataupun penyelenggara Negara," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (15/6).

Ali mengatakan, pemberian gratifikasi kepada penyelenggara negara dapat memicu konflik kepentingan atau atau Conflict of Interest (COI) yang dikhawatirkan mempengaruhi kinerja, pengambilan kebijakan, dan pelayanan publik.

Bila hal tersebut terjadi, kata Ali, maka pihak yang paling dirugikan tentunya adalah masyarakat.

"KPK terus mengingatkan pentingnya melakukan mitigasi korupsi sejak dini, salah satunya pengendalian gratifikasi pada momentum Ibadah haji ini. Sebab, daftar antrean keberangkatan haji yang lama bisa membuat kesempatan seperti ini disalahgunakan dengan cara-cara yang melanggar ketentuan dan prosedur," terang Ali.

Ali menjelaskan bahwa dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang KPK, gratifikasi diartikan sebagai pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Pasal 12B UU tersebut menyebutkan gratifikasi yang diberikan kepada penyelenggara negara dapat dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatan atau berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Ali menjelaskan, pada tahun 2019 KPK juga pernah melakukan kajian untuk memotret pos titik rawan korupsi dalam penyelenggaraan haji di Indonesia.

"Modus yang biasa terjadi adalah markup biaya akomodasi, penginapan, konsumsi, dan pengawasan haji," jelas Ali.

Untuk itu, KPK telah memberikan rekomendasi kepada Badan Penyelenggara Keuangan Haji (BPKH) untuk melakukan perbaikan agar titik rawan korupsi bisa ditutup.

KEYWORD :

KPK Ibadah Haji DPR RI Garuda Indonesia Gratifikasi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :