Sabtu, 18/05/2024 01:18 WIB

Anggota DPR Minta Pemerintah Pusat Libatkan Daerah Soal Pertambangan Rakyat

Langkah korektif terakhir ini kalau tidak diiringi dengan penataan regulasi yang kondusif maka Pemerintah akan membuang banyak energi yang tidak perlu.

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto. (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto meminta pemerintah merevisi PP No 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba. Aturan dalam PP tersebut tentang pemberian Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dilakukan oleh Menteri ESDM dinilai menjadi pemicu terjadinya penambangan ilegal.

Bukan tanpa alasan, menurut dia, selama ini pemerintah daerah tidak diberi kewenangan mengatur masalah teknis pertambangan di wilayahnya masing-masing. Semua keputusan ditentukan oleh pemerintah pusat.

"Tak heran beberapa kepala daerah mengecam keras Pemerintah Pusat terkait sentralisasi izin pertambangan ini, khususnya pertambangan rakyat," kata Mulyanto kepada wartawan, Selasa (19/4).

Mulyanto meminta Pemerintah pusat untuk tidak kemaruk terhadap seluruh perizinan pertambangan. Sebaiknya pemerintah pusat mau berbagi dan melibatkan Pemerintah Daerah.

"Ini penting, agar hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam bingkai NKRI tetap terjalin secara harmonis sesuai dengan semangat desentralisasi otonomi daerah,” terangnya.

Mulyanto menjelaskan, jangan sampai Pemerintah Daerah lepas tangan terhadap persoalan tambang ini, termasuk pengawasannya. Sementara ditengarai akhir-akhir ini marak terjadinya pertambangan illegal, yang dipicu karena berbelit-belitnya perizinan yang tersentralisasi.

“Kalau ini terjadi, yang akan rugi adalah masyarakat juga karena rusaknya lingkungan hidup mereka," ungkap Mulyanto.

Menurut Mulyanto, hal tersebut sangat kontradiktif. Karena dengan pengaturan yang baru seharusnya membuat tata kelola pertambangan nasional menjadi semakin optimal dan teratur, bukan malah sebaliknya, yakni menumbuh-suburkan illegal logging.  Karenanya ini perlu dikoreksi.

Di sisi lain, Kemenko Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) yang dipimpin Luhut Binsar Pandjaitan akan membentuk Satuan Tugas alias Satgas Khusus untuk membasmi praktik pertambangan ilegal dan penyelundupan komoditas sumber daya alam.

“Langkah korektif terakhir ini kalau tidak diiringi dengan penataan regulasi yang kondusif maka Pemerintah akan membuang banyak energi yang tidak perlu,” terangnya.

Menurutnya, langkah preventif perbaikan regulasi harus dilakukan terlebih dahulu agar penegakan hukumnya menjadi lebih efisien dan efektif.

“UU 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba sendiri tidak seperti itu. Dalam UU Minerba, penerbitan SIPB dan IPR dapat didelegasikan kepada Pemerintah Provinsi,” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Isran Noor dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI bersama Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI di DPR, Senin, 11 April 2022 menyatakan, bahwa maraknya tambang ilegal sangat luar biasa justru terjadi setelah terbitnya UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba.

Dengan kondisi tersebut, Isran menilai wibawa negara seperti hilang karena polemik pertambangan. Hal tersebut terjadi karena semua kewenangan perizinan pertambangan ditarik ke pusat. Ia menilai, soal pengawasan pertambangan, harusnya terintegrasi, yakni dengan memberikan kewenangan kepada pemerintah provinsi mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya.

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi VII PKS Mulyanto pertambangan Minerba




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :