Kamis, 22/05/2025 12:53 WIB

BPOM Labelisasi BPA Free Galon Isi Ulang, Asdamindo: Tolak!

merugikan pengusaha depot air minum isi ulang.

Usaha air galon isi ulang

Jakarta, Jurnas.com - Asosiasi di Bidang Pengawasan dan Perlindungan terhadap Para Pengusaha Depot Air Minum (Asdamindo) menolak keras rencana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang akan memberi label “Berpotensi Mengandung BPA” terhadap kemasan air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang.

Terlebih, Asdamindo mengaku tidak diundang BPOM dalam pertemuan konsultasi publik terkait rencana pelabelan tersebut. Mereka menilai BPOM melakukan rencana itu diam-diam alias secara tertutup di sebuah hotel belum lama ini.

"Padahal kami (Asdamindo) adalah pemangku kepentingan langsung yang akan terimbas kebijakan ini nantinya," kata Ketua Asdamindo, Erik Garnadi, Minggu (12/12/2021).

Erik Garnadi mengatakan, galon guna ulang berbahan PC ini sudah digunakan sejak puluhan tahun, dan belum ada laporan kasus kesehatan. BPOM juga sudah melakukan uji klinis terhadap galon itu dan dinyatakan lulus uji dan aman dikonsumsi baik bayi dan ibu hamil.

“Tapi kenapa sekarang ini tiba-tiba galon berbahan BPA ini kok dipermasalahkan dan malah ada wacana melabeli BPA Free? Ini seperti ada persaingan bisnis di dalamnya. Kalau dilihat dari kacamata saya,” ujar Erik.

Menurut Erik, wacana pelabelan “Berpotensi Mengandung BPA” terhadap kemasan galon guna ulang ini jelas-jelas sangat merugikan para pengusaha depot air minum isi ulang.

Para pengusaha depot akan banyak yang tutup usahanya. Sementara, pemerintah menggembor-gemborkan pengentasan kemiskinan, apalagi di tengah pandemi Covid-19 saat ini.

"Jadi, saya berharap permasalahan ini segera diselesaikan secara tuntas. Yang jelas, Asdamindo sangat tidak setuju dengan aturan tersebut,” ucapnya.

Kata Erik, seharusnya pemerintah tetap peduli terhadap para pengusaha kecil, termasuk pengusaha UMKM di depot air minum isi ulang.

Ia berharap masalah ini dihentikan, dan Pemerintah (terutama BPOM) lebih baik fokus untuk membantu para pengusaha kecil. "Dorong pelaku usaha (untuk bangkit). Harapan saya seperti itu,” tukasnya.

Tinimbang ribut membangun wacana labelisasi PBA Free, Erik menilai Pemerintah semestinya menyoroti soal kualitas air minum isi ulang yang ada di depot-depot yang tidak memiliki legalitas atau layak air minum.

Karena menurut Erik, data dari Kemenkes menunjukkan baru 1,60 persen dari depot-depot air minum isi ulang yang ada di Indonesia yang memilik legalitas atau sertifikat hygienis.

“Ini jauh lebih penting isunya ketimbang mempermasalahkan galon guna ulang yang sudah benar-benar ada uji klinisnya dari BPOM,” tandasnya.

Karenanya, dia berharap agar galon yang berbahan PC itu jangan diserang terus-menerus, tapi harus mempedulikan juga terhadap para pengusaha depot air minum isi ulang.

Pemerintah bukan malah mempermasalahkan yang sudah ada, terus dibongkar-bongkar lagi seakan-akan terjadi plin-plan dari pihak BPOM.

"Di mana, dulu sudah mengeluarkan statement-nya aman, sekarang kok jadi tidak aman. Itu kan sama saja BPOM itu plin-plan,” tandasnya.

Justru, Erik berharap pemerintah memberikan perhatian yang serius terhadap pengawasan yang ketat kepada depot air minum isi ulang yang tidak memiliki standar baku kesehatan.

Penolakan wacana “Berpotensi mengandung BPA” pada AMDK juga disuarakan oleh pemilik depot air minum di Jakarta dan Bali.

Seorang pemilik depot air minum isi ulang di Tanah Lot, Bali, Ibu Made menyampaikan keluhannya terhadap wacana kebijakan pelabelan BPA oleh BPOM ini.

“Menurut saya, BPOM seharusnya juga memperhatikan kami sebagai pengusaha UMKM di Bali. Apalagi kondisi ekonomi di daerah kami saat ini lagi terpuruk karena pandemi Covid-19,” ujarnya.

Kata Made, selama ini mereka juga tidak pernah mengganggu pemerintah dalam menjalankan usaha.

“Yang ada, kita malah membantu masyarakat yang ekonominya menengah ke bawah. Jika peraturan BPOM itu nantinya berpotensi membuat galon guna ulang itu beralih ke galon sekali pakai, Made mengatakan pasti akan membuat susah perusahaan UMKM depot air minum isi ulang.

“Selain itu, kebijakan itu kan akan menambah sampah plastik juga kalau nanti diganti dengan galon sekali pakai. Di saat kita dilarang memakai kresek, kok malah disuruh pakai galon sekali pakai, bagaimana ini,” tandasnya.

Dia mengaku sudah 4 tahun usaha depot air minum isi ulang yang wadahnya menggunakan galon guna ulang, belum pernah ada konsumen yang mengeluh sakit. Karenanya, dia meminta agar usaha yang sudah mereka jalankan ini tidak diganggu oleh BPOM.

Para pengusaha air isi ulang di Jakarta juga mengeluhkan hal serupa. Sebut saja Faisal (pemilik depot air minum di Menteng Atas), kemudian Komaruddin (di Bendungan Jago, kemayoran), serta Ali (di Kemanggisan). Mereka menolak pelabelan galon isi ulang.

"Kita ketahui selama pandemi usaha kami sangat terpuruk dan sekarang baru mulai merangkak, namun mendengar wacana tersebut tentunya ini sangat memukul kami sebagai pelaku UMKM", ujarnya Jumat (10/12/2021).

Ketua asosiasi Aspadin Rachmat Hidayat mengatakan, suatu pelabelan, apalagi pelabelan senyawa kimia berbahaya dan ditempelkan di satu produk makanan minuman, sama saja bagaikan vonis mati bagi produk.

“Produk consumer goods seperti AMDK, sangat rentan terhadap persepsi konsumen, persepsi masyarakat, jadi itu letak bahayanya," ucap Rachmat.

Selain itu, ia juga menyebut kebijakan semacam itu bisa memicu persaingan tidak sehat karena nanti akan ada produk lain yang mengklaim tidak mengandung zat berbahaya, dan seolah mereka itu lebih baik.

"Ini akan akan luar biasa memukul, maka tidak akan mampu menahan para produsen ataupun pelaku usaha yang menggunakan jenis kemasan ini untuk beralih ke sekali pakai," tukas Rachmat.

Sebelumnya, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar, Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo menjelaskan investasi dari sekitar 880 juta galon guna ulang yang beredar di pasaran saat ini diperkirakan sebesar Rp30,8 triliun.

Dia menjelaskan, AMDK yang dikemas dalam galon guna ulang mendominasi profil industri minuman.

Menurutnya, secara pangsa pasar, 84 persen industri minuman dikuasai AMDK. Dari total pangsa pasar AMDK ini, 69 persen dikemas dalam galon guna ulang.

"Di mana saat ini pelaku usahanya ada 900 unit, yang menyerap 40.000 tenaga kerja dan produksinya pada 2020 kurang lebih 29 miliar liter. Jadi, perlu kita pikirkan kalau akan mengganti ke galon sekali pakai," ujar Edy Sutopo.

KEYWORD :

Asdamindo galon isi ulang BPA Free BPOM




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :