Jum'at, 26/04/2024 05:15 WIB

Kemenag: Hoaks Bertebaran karena Peminat Filsafat Minim

Arskal menyebut bahwa salah satu alasan masyarakat kurang berpikir kritis karena minimnya pengetahuan filsafat. Menurut dia, dengan pengetahuan filsafat, otak akan terbiasa menanyakan dan memverifikasi sesuatu, sebelum mengonsumsinya secara instan.

International Conference of Islamic Philosophy (ICIPH)

Jakarta – Fenomena berita hoaks dewasa ini menjadi konsumsi sehari-hari bangsa Indonesia. Bahkan, masyarakat sangat mudah terpengaruh oleh kabar yang belum tentu kebenarannya.

Demikian disampaikan oleh Direktur Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Prof. Dr. Arskal Salim.

Arskal menyebut bahwa salah satu alasan masyarakat kurang berpikir kritis karena minimnya pengetahuan filsafat. Menurut dia, dengan pengetahuan filsafat, otak akan terbiasa menanyakan dan memverifikasi sesuatu, sebelum mengonsumsinya secara instan.

“Inilah pentingnya filsafat bagi proses-proses sosial politik yang sebenarnya hari ini. Banyak sekali terjadi hoaks-hoaks karena mereka tidak memiliki tradisi berpikir kritis. Filsafat itu kan cara untuk berpikir kritis. Berfilsafat itu adalah modalnya bertanya,” kata Arskal saat menjadi pembicara dalam acara International Conference of Islamic Philosophy (ICIPH) yang diselenggarakan oleh Asosiasi Aqidah dan Filsafat Islam (AAFI) dan Sekolah Tinggi Filsafat Islam (STFI) Sadra di komplek DPR/MPR RI, Jakarta, Jumat (18/1).

Arskal menuturkan, ketika seseorang tidak menggunakan akalnya untuk berpikir, maka dirinya tidak akan memiliki karakter untuk terus bertanya, dan menggali suatu informasi, sehingga sulit membedakan antara berita hoaks dan fakta.

“Orang-orang yang tidak mengandalkan akalnya untuk bertanya akan sangat mudah mendapat pengaruh dari hoaks seperti itu dan menerima serta meneruskannya. Itu yang kita sayangkan,” lanjut Arskal.

Alumnus Universitas Indonesia itu menambahkan, untuk meningkatkan berpikir kritis masyarakat khususnya di kalangan mahasiswa, Kemenag mengimbau kepada seluruh perguruan tinggi negeri maupun swasta agar mempertahankan kajian filsafat.

Selain itu, lanjut Arskal, perguruan tinggi yang sudah naik menjadi universitas, harus memiliki program studi agama yang lebih banyak dari program studi umum.

“Filsafat itu kan sebagai pusat tradisi studi Islam yang sudah sangat tua ini tetap harus diperjuangkan agar tetap bisa punya masa depan. Karena itu, kita akan mempertahankan kajian-kajian filsafat di beberapa perguruan tinggi Islam baik negeri ataupun swasta,” tambahnya.

“Ini adalah salah satu cara dari Kementerian Agama untuk memelihara keberlangsungan program studi agama, yang memang penting untuk dilestarikan dan dipelihara agar orang-orang atau bangsa Indonesia belajar filsafat dan mengerti filsafat Islam,” imbuh Arskal.

Arskal menyebut bahwa Kemenag juga telah sudah menyiapkan sejumlah beasiswa bagi para pelajar yang tertarik belajar filsafat. Pasalnya, hingga saat ini prodi filsafat masih kalah bersaing dengan prodi-prodi lainnya.

“Kita akan menyiapkan untuk prodi-prodi keislaman, yang kita sebut beasiswa afirmasi. Ini untuk mendorong pelajar kita yang mau belajar filsafat dengan adanya penawaran beasiswa bagi mereka,” katanya.

Sementara Ketua STFI Sadra Dr. Kholid Al-Walid mengatakan, selain mampu menangkal berita hoaks, berpikir kritis juga merupakan salah satu jalan bagi masyarakat untuk mencegah terpengaruh akan paham-paham radikal dan ektrimis.

Bahkan menurut Kholid, seharusnya cara berpikir kritis sudah diajarkan sejak di level pendidikan dasar dan menengah.

“Masyarakat sejak remaja harusnya sudah terbiasa untuk berpikir kritis, mendalam, rasional dan substansial dalam menghadapi berbagai persoalan, sehingga tidak terjebak pada problem radikalisme dan ekstrimisme,” terang Kholid.

Ketua Penyelenggara ICIPH Dr. Ammar Fauzi menekankan, tujuan utama konferensi yang melibatkan seluruh anggota AAFI se-Indonesia ini merupakan langkah untuk meluruskan fungsi dan makna filsafat dalam wacana kemanusiaan.

“Juga merevitalisasi peran filsafat dalam membangun masyarakat sesuai dengan nilai-nilai ke-Indonesiaan,” tuturnya.

Sementara perwakilan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Dr. Jonni Madrizal mengatakan, diperlukan pemuda yang memiliki integritas tinggi dan mentalitas anti korupsi, guna menekan banyaknya kasus korupsi yang sudah menggereogoti Tanah Air.

“Pemuda harus memiliki kualifikasi dalam bidang keilmuan agar mampu bersaing di dunia kerja. Juga harus memiliki karakter kepemimpinan yang didapat melalui pengalaman organisasi dan kemasyarakatan, salah satunya melatih kepedulian dan kepekaan sosial,” tuntasnya.

KEYWORD :

Prodi Filsafat Kementerian Agama Arskal Salim




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :