Di bawah hukum Islam Iran, seorang pembunuh yang dihukum dapat dieksekusi kecuali keluarga korban setuju untuk mengambil "uang darah" melalui rekonsiliasi.
Qassem Soleimani, komandan Pasukan Quds elit Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) saat itu, berada di ibu kota Irak, Baghdad, dalam misi diplomatik ketika konvoinya dihancurkan oleh rudal yang ditembakkan dari pesawat tak berawak AS.
Pejabat senior Amerika Serikat (AS) menyebut ancaman keamanan terhadap pejabat militer dan sipil kian meningkat, tidak hanya hanya ketika bepergian ke luar AS, tetapi juga ketika berada di tanah Amerika.
Kemendagri Bahrain menemukan kelompok baru yang disebut "Brigade Qassem Soleimani" sedang merencanakan menyerang beberapa struktur publik dan keamanan di Bahrain.
Soleimani yang merupakan seorang arsitek kepala kelompok-kelompok proksi Iran di seluruh wilayah, memang memegang status legendaris.
Dalam pidatonya, Farrakhan memperingatkan Trump bahwa Washington jatuh karena semua orang memberontak melawan Tuhan.
Pentagon mengatakan pada Jumat (21/2), 110 anggota layanan didiagnosis cedera otak traumatik setelah serangan Iran pada 8 Januari.
Pembunuhan yang ditargetkan terhadap Jenderal Soleimani melanggar banyak norma internasional yang menjadi inti dari sistem PBB dan jantung piagam PBB.
Nasrallah menambahkan bahwa pembunuhan komandan penting Iran membantu seluruh umat Islam untuk mengetahui musuh terburuk mereka, Setan Besar, sebuah julukan untuk AS.
Zarif mengatakan bahwa sudah saatnya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meninggalkan delusinya terhadap Republik Islam Iran.