HNW sapan akrab Hidayat Nur Wahid mengatakan, Menag tentu mengetahui bahwa dalam beberapa hari terakhir muncul banyak penolakan terhadap Permendikbudristek No.30/2021.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI asal Fraksi Partai NasDem Ahmad Sahroni mendukung Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.
Bisa dilihat sepintas, Permendikbud ini beberapa frasa aturannya terlihat hampir sama dengan RUU penghapusan kekerasan seksual yang ditolak masyarakat Indonesia secara masif di periode yang lalu (DPR RI 2014-2019). Salah satu poin pentingnya terletak pada istilah paradigma seks bebas yang berbasis persetujuan (Sexual-Consent).
Permendikbudristek PPKS hadir sebagai solusi atas berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkup perguruan tinggi.
Sasaran Permendikdubristek PPKS adalah mencegah dan menangani setidaknya sebelas kemungkinan kejadian kekerasan seksual yang menimpa hubungan antar mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, warga kampus, dan masyarakat umum yang berinteraksi dengan mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan.
Pakar hukum dan dosen Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Bivitri Susanti, mendukung hadirnya Peraturan Mendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi (PPKS).
Sanksi tersebut ialah penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana. Selain itu, pengabaian Permendikbudristek PPKS juga berisiko penurunan tingkat akreditasi.
RUU PKS lebih tinggi dibanding Permendikbud
Bila peraturan itu ada, dirinya tidak hanya mengkhawatirkan adanya seks bebas namun juga mendorong tumbuh suburnya keberadaan LGBT.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, menyoroti maraknya kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan, yang mencuat akhir-akhir ini