Selain menggeledah sejumlah lokasi, tim penyidik juga memeriksa sejumlah saksi penting untuk melengkapi berkas penyidikan kasus ini.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Adriatma, Asrun, dan Hasmun serta mantan Kepala BPKAD Kota Kendari Fatmawati Faqih sebagai tersangka.
Lebih lanjut dikatakan Basaria, dari total Rp 2,8 miliar yang diduga sebagai komitmen suap hanya berkurang sekitar Rp 1,7 juta.
Dalam kasus ini, Adriatma diduga meminta uang suap sebesar Rp 2,8 miliar kepada Direktur PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah.
Bersama Hidayatullah, penyidik juga memanggil Direktur PT Kendari Siu Siu, Ivan Santri Jaya Putra dan Staf Keuangan PT Sarana Perkasa Ekalancar, Suhar.
Pemberian uang itu dimaksudkan agar Asrun memenangkan perusahaan Hasmun dalam lelang pekerjaan multi years pembangunan Gedung Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari
Menurut jaksa uang tersebut untuk membiayai keperluan ayah Adriatma, Asrun, dalam pencalonan sebagai gubernur Sulawesi Tenggara.
Pasca pelimpahan ini, penuntut umum KPK memiliki waktu maksimal 14 hari untuk merampungkan surat dakwaan.
Hasmun dinilai terbukti menyuap Asrun selaku Wali Kota Kendari periode 2012-2017 dan Adriatma Dwi Putra selaku Wali Kota Kendari periode 2017-2022 senilai Rp 6,7 miliar.
Adriatma diketahui merupakan anak kandung Asrun. Asrun juga didakwa menerima Rp 4 miliar dari Hasmun.