Selasa, 08/07/2025 11:39 WIB

Cafu dan Jejak Keajaiban yang Lahir di Jardim Irene

Lahir dan besar di kawasan kumuh Jardim Irene, Sao Paulo, Cafu tumbuh dalam lingkungan yang tak menawarkan banyak harapan.

Bintang Brasil, Cafu, mencium trofi Piala Dunia (Foto: Special Olympics)

Jakarta, Jurnas.com - Nama lengkapnya Marcos Evangelista de Morais, tapi dunia mengenalnya sebagai Cafu. Lahir dan besar di kawasan kumuh Jardim Irene, Sao Paulo, Cafu tumbuh dalam lingkungan yang tak menawarkan banyak harapan. Namun di balik deretan rumah berdinding rapuh dan jalanan tanpa aspal, tekad dan semangatnya jauh lebih kokoh dari tembok-tembok itu.

Masa kecil Cafu diwarnai perjuangan. Dia membantu keluarga memenuhi kebutuhan hidup sambil menyempatkan bermain bola di jalanan. Bagi Cafu kecil, sepak bola adalah cara untuk bertahan, sekaligus bermimpi.

Mimpinya sempat nyaris padam. Berkali-kali dia gagal menembus akademi klub-klub besar. Palmeiras, Corinthians, bahkan Santos pernah menolaknya dengan alasan tubuhnya kurang ideal, hingga permainan yang belum matang. Cafu tak menyerah.

Kesempatan akhirnya datang dari São Paulo FC. Di sana, Cafu mulai mencicipi panggung yang lebih besar. Dari seorang bocah jalanan, dia menjelma jadi bek kanan andalan. Cepat, tahan banting, dan tahu kapan harus bertahan dan kapan harus menerobos maju.

Kemenangan demi kemenangan bersama São Paulo membawa nama Cafu perlahan-lahan diperhitungkan. Tak butuh waktu lama sampai dia dipanggil mengenakan seragam kuning-hijau tim nasional Brasil.

Rekam jejak Cafu mencengangkan. Hingga kini, dia menjadi satu-satunya pemain yang pernah tampil di tiga final Piala Dunia secara beruntun. Pada 1994, dia menjadi juara meski tak tampil penuh. Lalu pada 1998, dia harus puas sebagai runner-up.

Namun pada 2002, Cafu tak hanya mengangkat trofi, tapi juga mengangkat harapan jutaan anak dari kawasan-kawasan pinggiran seperti tempat asalnya. Di podium final, dia menuliskan pesan pada kaus putih polos yang dikenakannya `100 persen Jardim Irene`.

Staminanya luar biasa. Di usia yang sudah masuk kepala tiga, dia masih berlari menyusuri garis samping lapangan tanpa kenal lelah. Kemampuannya dalam membantu serangan dan bertahan secara seimbang menjadikannya pelopor peran bek kanan modern.

Bagi Brasil dia adalah aset, dan bagi sejumlah klub yang sempat dia bela, namanya adalah penyumbang trofi. Terbukti, Roma berhasil menjuarai Serie A, sebelum Milan meraih trofi Liga Champions.

Yang membuatnya semakin disegani, bukan hanya soal prestasi. Cafu adalah simbol harapan. Dia tak pernah menyombongkan diri, tak lupa asal usulnya, dan selalu menyisipkan senyum dalam kerja kerasnya.

Setelah pensiun, Cafu mendirikan yayasan sosial yang membantu anak-anak dari lingkungan miskin agar bisa bermimpi seperti dirinya dulu. Yayasan itu berdiri di Jardim Irene, tempat semua perjuangannya dimulai.

KEYWORD :

Cafu Jardim Irene Pemain Brasil Fakta Unik Sepak Bola




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :