Minggu, 08/06/2025 20:50 WIB

Filep Wamafma Desak Pemerintah Tutup Total Tambang Nikel di Raja Ampat

Kemajuan bukan hanya soal angka dan uang, namun kemajuan juga adalah menjaga tanah, laut, dan hutan serta keberlanjutannya.

Anggota DPD RI dari Papua Barat, Filep Wamafma. Foto: dpd/jurnas

MANOKWARI, Jurnas.com — Ketua Komite III DPD RI, Dr. Filep Wamafma, menyampaikan kecaman keras atas aktivitas penambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Menurut senator dari Papua Barat itu, tindakan tersebut merupakan ancaman serius terhadap kelestarian lingkungan dan keberlangsungan ekonomi masyarakat lokal.

Filep menilai eksploitasi nikel akan menjadi masalah baru bagi Raja Ampat. Masalah itu bukan hanya soal kerusakan alam, tetapi juga hilangnya sumber hidup masyarakat.

Raja Ampat adalah kawasan strategis nasional yang kaya akan keanekaragaman hayati. Pariwisata menjadi sumber penghidupan masyarakat. Jika tambang dibiarkan terus masuk, maka ekosistem akan rusak. Hutan ditebang, tanah dikeruk, air dan udara tercemar, ikan-ikan hilang, biodiversitas lenyap, dampaknya tidak bisa dipulihkan bahkan dengan dana besar sekalipun,” kata Filep, Minggu (8/6/2025).

Filep mendesak Presiden Republik Indonesia melalui Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk segera turun tangan.

“Pemerintah harus melakukan investigasi menyeluruh. Izin usaha pertambangan yang merusak lingkungan harus dicabut tanpa kompromi. Negara tidak boleh tunduk pada tekanan ekonomi. Kepentingan jangka panjang rakyat dan kelestarian alam sebagai sumber kehidupan jauh lebih penting,” tandasnya.

Filep menolak sikap penutupan sementara yang dilakukan oleh Menteri ESDM. Ia menekankan bahwa tambang nikel di Raja Ampat harus ditutup total.

“Kita berharap bukan ditutup sementara. Tidak boleh ada negosiasi dengan pelaku kerusakan tempat wisata. Penambangan di Raja Ampat adalah bentuk pengkhianatan terhadap visi pembangunan berkelanjutan,” kata ketua ADRI Papua Barat itu.

Menurut politisi Papua Barat itu, pola pikir pejabat negara harus segera berubah. Menurutnya kemajuan bukan hanya soal angka dan uang, namun kemajuan juga adalah menjaga tanah, laut, dan hutan serta keberlanjutannya.

“Kemajuan adalah melindungi sumber pangan, air bersih, dan ekosistem alam. Jika ekowisata hilang, jika laut rusak, jika pertanian musnah, hutan habis, maka ekonomi lokal runtuh. Negara harus hadir membela rakyat. Jakarta tidak boleh datang segala kekuasaannya menurunkan mesin tebang dan alat berat. Lalu meninggalkan derita berkepanjangan bagi Masyarakat lokal Papua,” kata senator yang akrab disapa Pace Jas Merah itu.

Filep mengingatkan bahwa secara hukum, aktivitas tambang di pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir dilarang. UU Nomor 27 Tahun 2007 jo. UU Nomor 1 Tahun 2014 melarang kegiatan yang merusak lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Aturan ini ditegaskan kembali dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 20 Tahun 2021. Semua regulasi itu menegaskan perlindungan terhadap ekosistem laut dan pesisir.

Selain itu, Filep menyebut bahwa pemerintah harus berpedoman pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 35 Tahun 2024 yang pernah menolak gugatan PT Gema Kreasi Perdana (GKP) yang meminta agar kegiatan pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diperbolehkan. MK berpendapat bahwa kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil dapat merusak lingkungan dan merugikan masyarakat setempat.

Tak hanya itu, Filep juga meminta agar persoalan ini memperhatikan Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Undang-undang ini mengatur tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk perlindungan lingkungan dan masyarakat setempat. Pasal 23 ayat (2) menyebutkan bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kegiatan seperti konservasi, pendidikan, penelitian, dan pariwisata.

Aturan lain ialah Pasal 35 huruf k UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pasal ini melarang kegiatan penambangan mineral pada wilayah yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.

Filep juga menyebut soal Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 57 Tahun 2022. Putusan itu mengabulkan gugatan warga Pulau Wawonii yang menentang kegiatan pertambangan di pulau tersebut. MA berpendapat bahwa kegiatan pertambangan di pulau kecil dapat dikategorikan sebagai "abnormally dangerous activity" yang harus dilarang. Menurut Filep, aturan-aturan tersebut seharusnya sudah cukup menjadi alasan agar penambangan nikel di Raja Ampat dihentikan.

“Kerusakan Raja Ampat bukan hanya kerugian ekologis. Ini adalah bencana nasional. Negara harus konsisten. Negara harus berpihak pada keberlanjutan. Karena itu, tutup tambang nikel di Raja Ampat segera. Jangan tunggu semuanya hancur,” tegasnya.

KEYWORD :

Filep Wamafma Tambang Nikel Raja Ampat DPD




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :