
Konperensi pers Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal tangkap tangan suap predikat WTP Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan Kementerian Desa PDTT
Jakarta - Ketua BPK Moerhadi Soerja Djanergara mengklaim tak dapat mengendalikan anak buahnya, sehingga melakukan praktik suap dalam mengaudit laporan keuangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) tahun anggaran 2016. Orang nomor wahid di BPK itu baru mengetahui anak buahnya "bermain" setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan.
"Peristiwa ini kita tidak bisa kendalikan, tapi ini pembelajaran buat BPK. Kita punya sistem tapi kenapa bisa dilanggar? sebagus apapun sistem kalau ada kolusi ya tidak bisa, baru kita ketahui kalau ada tangkap tangan," ungkap Moerhadi Soerja Djanergara di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/5/2017).Soerja hadir di markas lembaga antikorupsi bersama Wakil ketua BPK Bahrullah Akbar terkait ditangkapnya dan ditetapkannya dua auditor BPK, Rochmadi Sapto Giri (RS) dan Ali Sadli (ALS). Keduanya ditangkap lantaran diduga menerima suap dari Sugito (SUG) selaku Irjen Kemendes PDTT dan seorang Eselon III Kemendes PDTT bernama Jarot Budi Prabowo. Suap diduga terkait pemberian predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pengelolaan keuangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) tahun anggaran 2016 oleh BPK RI.Sejauh ini terungkap suap pejabat Kemendes PDTT kepada dua auditor BPK itu senilai Rp 240 juta. Rp 40 juta ditemukan saat Oprasi Tangkap Tangan (OTT). Sedangkan pemberian Rp 200 juta sebelumnya terjadi pada awal Mei 2017.KPK BPK Kemendesa Tangkap Tangan