
Siswi SDN 003 Tenggarong terlibat dalam pembelajaran aktif di kelas (Foto: Ist/Jurnas.com)
Jakarta, Jurnas.com - Pagi menjelang siang, dering bel menuntun ratusan siswa SD Negeri 003 Tenggarong memasuki kelas satu per satu. Selang beberapa menit kemudian, suara riuh menyelinap dari balik jendela ruang kelas IV. Sesekali tawa keras bergema.
Dari kejauhan tampak seperti jam kosong. Nyatanya tidak. Di depan kelas berdiri perempuan paruh baya berkacamata. Perawakannya santai. Bibirnya berulang kali tersenyum melihat tingkah jenaka siswa yang sedang asyik mengamati es batu dan permen.
Perempuan itu bernama Kurnia Astuti. Kali ini, dia sengaja meminta peserta didik membawa beraneka ragam benda dari rumah, lalu melakukan eksperimen kecil-kecilan secara berkelompok di kelas sebelum menjelaskan materi perubahan wujud zat dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS).
"Jadi beginilah anak-anak contoh perubahan zat padat menjadi cair atau mencair. Paham?" tanya Kurnia.
"Paham, Bu," jawab siswa serempak.
Sebagai guru, inilah yang dilakukan Kurnia setiap hari. Sejak mendapatkan pelatihan Program Pengembangan Inovasi Kualitas Pembelajaran (PINTAR) Tanoto Foundation, dirinya merombak secara total pendekatan yang dilakukan terhadap siswa di dalam kelas.
Kurnia bilang, dahulu setiap kali mengajar dia hanya berceramah dan siswa mendengarkan. Rupanya metode satu arah itu malah membuat suasana pembelajaran di ruang kelas membosankan. Materi pelajaran juga sering kali sulit dipahami oleh para peserta didik.
Hal ini berbeda setelah dirinya menerapkan pendekatan pembelajaran aktif yang dipelajari selama pelatihan Program PINTAR. Siswa menjadi lebih aktif karena dilibatkan dalam pembelajaran. Media pembelajaran dan bahan ajar pun beragam, sehingga suasana kelas lebih hidup dibandingkan sebelumnya.
"Saat mengajar IPAS, misalnya. Saya mengajak siswa membawa permen, es batu, dan benda-benda yang bisa menjadi cair, mereka lalu berkelompok melihat perubahan itu secara langsung," kata Kurnia kepada Jurnas.com saat dihubungi beberapa waktu lalu.
"Di situ diarahkan agar mereka mengingat langkah-langkah yang telah mereka lewati, lalu saya mengajak mereka refleksi," dia menambahkan.
Perubahan lainnya yang paling dirasakan Kurnia ialah munculnya keberanian siswa untuk berbicara di depan kelas. Bila dulu siswa takut saat diminta maju ke depan, kini sebaliknya.
"Dulunya tidak mau atau malu maju ke depan dan berbicara. Sekarang mereka sudah sangat percaya diri," kata Kurnia yang juga salah satu fasilitator Program PINTAR tersebut.
Pendekatan pembelajaran aktif tak hanya dilakoni oleh Kurnia seorang diri. Kepala Sekolah SDN 003 Tenggarong, Ana Rupaida, meminta semua guru menerapkan pendekatan ini dan mengimplementasikan empat unsur di dalamnya, yakni Mengalami, Interaksi, Komunikasi, dan Refleksi atau disingkat MIKiR.
Ana menjelaskan, unsur MIKiR dalam pembelajaran aktif berarti: Mengalami, mengajak siswa melakukan observasi langsung; Interaksi, melatih siswa bertukar gagasan; Komunikasi, mengajarkan siswa menyampaikan pikiran kepada orang lain, baik secara sendiri maupun berkelompok; Refleksi, mendorong siswa melihat kembali pengalaman belajar.
"Perubahan sangat besar itu di dalam kelas. Karena unsur MIKiR itu anak-anak mengalami dulu, berinteraksi, berkomunikasi dan refleksi. Anak-anak kami yang tadinya kurang bersuara, bisa dengan setelah berkelompok. Dan berinteraksi dengan temannya dari pengalaman yang dialaminya dalam pembelajaran, dia mengungkapkan," ujar Ana.
Perlahan, perubahan besar terjadi berkat pembelajaran aktif baik di dalam maupun di luar kelas. Minat baca para siswa SDN 003 Tenggarong juga mengalami peningkatan signifikan. Kata Ana, para siswa senang memperbanyak bacaan karena berkesempatan menyampaikan gagasan mereka di dalam kelas.
Tak cuma pendekatan dalam pembelajaran, sejak mendapatkan pelatihan Program PINTAR, Ana menetapkan sejumlah program, antara lain keberadaan pojok baca hingga wajib membaca selama 15 menit di awal jam pelajaran.
Uniknya, program wajib membaca selama 15 menit ini tidak hanya berlaku untuk peserta didik. Kewajiban ini juga menyasar guru hingga penjaga kantin, guna menciptakan ekosistem yang mendukung untuk memunculkan minat membaca pada siswa.
"Kami juga punya pojok baca di ruang guru. Jadi guru yang tidak masuk kelas wajib membaca selama 15 menit. Saya juga sosialisasi ke ibu kantin, agar anak-anak bisa melihat dan mengaplikasikan. Ibu kantin setiap pagi bisa mengambil buku ke ruang guru," kata Ana.
Mutiara merasakan betul adanya perubahan minat membaca pada dirinya. Siswa kelas VI SDN 003 Tenggarong ini mengatakan dulu dia jarang dan malas membaca buku. Namun, itu berubah total sejak sekolah mewajibkan siswa membaca buku, serta aktif bertukar gagasan dalam pembelajaran. Pelan tapi pasti, Mutiara mulai senang membaca buku.
Kebiasaan itu berbuah manis. Mutiara kini sering berpartisipasi lomba dongeng berbahasa Kutai, hingga mampu menembus tingkat nasional. Kemampuan berbicaranya kian terasah berkat rajin berbicara di depan kelas.
"Sekarang setiap hari minimal membaca dua buku. Saya biasanya baca buku cerita rakyat. Sukanya timun mas. Itu dimulai dari kelas IV dulu," ujar Mutiara.
SDN 003 Tenggarong merupakan satu dari 24 sekolah mitra penerima manfaat Program PINTAR Tanoto Foundation di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur, yang terbagi di dua kecamatan yakni Kecamatan Tenggarong dan Kecamatan Tenggarong Seberang.
Roselina Ping Juan selaku PINTAR Regional Lead Kalimantan mengatakan bahwa sejak hadir pada 2018 silam, program ini berupaya meningkatkan kompetensi guru dan kepala sekolah guna mengatasi disparitas kualitas pendidikan yang terjadi di kota-kota besar dan daerah.
Ping menyebut pada awalnya Program PINTAR di Kukar menghadapi resistensi dari guru dan sekolah. Banyak yang mengira pelatihan yang diberikan sebagai kurikulum baru. Seiring waktu berjalan, guru dan kepala sekolah menyadari bahwa program ini bermanfaat, terutama setelah diberlakukannya Kurikulum Merdeka.
Kini, berkat Program PINTAR yang mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah daerah, terjadi perbaikan literasi dan numerasi yang dibuktikan dengan peningkatan Rapor Pendidikan pada puluhan sekolah penerima manfaat.
"Terjadi perubahan cukup signifikan. Kepala sekolah mengajak guru untuk refleksi. Biasanya setiap Jumat ada KKG (Kelompok Kerja Guru) mini, refleksi bersama guru dan kepala sekolah apa yang perlu disamakan secara persepsi, adakah materi yang kurang. Kepala sekolah juga yang punya kemampuan manajerial yang lebih terlihat," Ping menambahkan.
Senada dengan Ping, Basic Education Specialist Lead Tanoto Foundation, Golda Simatupang menggarisbawahi peningkatan literasi dan numerasi siswa sebagai fokus utama Program PINTAR. Karena itu, guru dan kepala sekolah disiapkan sebagai pelaku perubahan di ruang-ruang kelas. Termasuk pula menyasar para calon guru yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
Golda menilai apabila siswa mampu mencapai kompetensi minimum literasi dan numerasi, maka mereka akan mampu memahami informasi dan pengetahuan yang lebih kompleks, sebab terlatih berpikir kritis. Dengan demikian, diharapkan skor PISA Indonesia akan mengalami perbaikan.
"Dulu metodenya selalu menghapal, hanya diajarkan membaca. Matematika menghafal dan jadi seram, tidak dibuat irisan. Kita ada pelatihan numerasi, ada semacam number sense. Sehingga anak-anak bisa lebih senang," kata Golda.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Pembinaan Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen), Muhammad Hasbi mengapresiasi keterlibatan swasta dalam upaya bersama meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya di bidang literasi dan numerasi.
Dia menyebut pemerintah masih berkomitmen menjadikan literasi dan numerasi sebagai prioritas kerja di bidang pendidikan. Karena itu, dalam hal ini dibutuhkan kolaborasi dari berbagai stakeholder. Sebab peran swasta dibutuhkan dalam membantu pemerintah terutama menjangkau daerah-daerah terpencil.
"Kami sadar bahwa permasalahan pendidikan tidak akan dapat diselesaikan hanya oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Olehnya itu, kami mengundang semua pemangku kepentingan pendidikan untuk berpartisipasi memberikan kontribusi dalam menyelesaikan persoalan pendidikan di berbagai daerah," ujar Hasbi.
KEYWORD :Program PINTAR Tanoto Foundation Literasi dan Numerasi