Rabu, 17/09/2025 19:41 WIB

Pimpinan Komisi XIII DPR Ingatkan Agar Tak Ada Poin-poin yang Rumit dalam RUU LPSK

Karena kita kan mau harmonisasi, karena kalau UU yang satu dengan UU yang lain bertolak belakang nanti enggak nyambung, saya pikir nanti dalam konteks itulah nanti kita bisa memposisikan penyusunan RUU LPSK ini bagaimana.

Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso. (Foto: Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso mendorong agar tidak ada poin-poin yang rumit dalam Revisi Undang-Undang (RUU) Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Beleid yang dimasukkan dalam payung hukum itu diharap bersifat rasional dan bisa dijalankan dengan baik.

Sugiat menyampaikan itu dalam rapat dengar pendapat Komisi XIII DPR RI bersama LPSK. Rapat beragendakan mendengarkan masukan terhadap RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

"Saya pikir teknis-teknis yang menyulitkan kita ini jangan sampai menjebak kita untuk tidak melaksanakan itu," kata Sugiat dalam rapat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (17/9).

Dalam rapat itu juga, Politikus Gerindra ini meminta penjelasan hasil diskusi LPSK dengan Komisi III DPR RI perihal RUU KUHAP yang tengah digodok. Sugiat ingin mendapat pencerahan secara utuh mengenai keterkaitan RUU LPSK dengan RUU KUHAP.

"Karena kita kan mau harmonisasi, karena kalau UU yang satu dengan UU yang lain bertolak belakang nanti enggak nyambung, saya pikir nanti dalam konteks itulah nanti kita bisa memposisikan penyusunan RUU LPSK ini bagaimana," katanya.

Sebelum dengan LPSK, Komisi XIII DPR RI memang sudah lebih dulu melangsungkan rapat bersama sejumlah lembaga penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung (MA) untuk meminta masukan terkait RUU LPSK. Di rapat itu, lembaga penegak hukum menolak bila LPSK terlibat dalam acara-acara pro justitia.

Tak hanya itu, kata Sugiat, dalam rapat bersama penegak hukum tersebut, pihak Kejagung menekankan bahwa konsern LPSK hanya di restitusi. Oleh karenanya, Sugiat tidak sepakat bila nantinya RUU yang tengah digodok itu hanya sebatas mengatur peran LPSK dalam pemulihan saksi atau korban.

"Saya pikir kalau dalam konteks UU itu tidak seperti itu, oleh karena itu tolong nanti dijelaskan kalau memang ada informasi terkait KUHAP yang akan kita sahkan kalau memang itu kaitannya dengan LPSK nanti kita sinkronkan di situ, supaya tidak jauh, itu yang pertama," kata dia.

Selanjutnya, Wakil Rakyat dari Dapil Sumatra Utara (Sumut) III itu menyatakan sepakat dan satu semangat dengan LPSK untuk mempertegas posisi saksi atau korban yang masuk UU LPSK.

Menurutnya, harus ada beleid yang mengatur dengan jelas terkait kategori tindak pidana yang masuk ke RUU LPSK. Jangan sampai beleid tang termaktub dalam RUU LPSK nantinya bersifat multitafsir.

"Apakah hanya tindak pidana tertentu atau seluas-luasnya semua korban dari tindak pidana kejahatan itu masuk dalam UU LPSK, saya pikir kalau seperti itu ini problem teknisnya bagaimana LPSK bisa memaksimalkan peran dalam konteks perlindungan saksi dan korban, sementara kita sama-sama paham bahwa institusi ini punya keterbatasan sumber daya manusia, punya keterbatasan sumber daya organisasi, dan anggaran," katanya.

Di sisi lain, Sugiat juga menyinggung soal poin pemulihan korban tindak pidana lingkungan dan kehutanan. Dia mengingatkan bila pemulihan dalam kasus ini tidak memakan biaya sedikit.

"Jadi jangan kita menyusun UU yang kita sendiri enggak mampu mengeksekusinya," ucapnya.

Kemudian, Sugiat mempertanyakan perihal hak-hak yang diperluas dari saksi dan korban. Misalnya jaminan terhadap hak pegawai dan pekerjaan dari saksi dan korban. Dia mengingatkan agar poin ini bisa ditelaah kembali agar tidak tumpang tindih dengan UU Ketenagakerjaan.

Berikutnya, hal lain yang dipertanyakan Sugiat dalam rapat ialah terkait hak untuk mendapat perlindungan dari ancaman digital. Dia memandang poin ini tidak seharusnya dimasukkan ke RUU LPSK karena dikhawatirkan menjadi rumit.

Selain itu, Sugiat juga mengoreksi usulan adanya dana abadi korban. Dia mempertanyakan teknis dan besaran anggaran untuk korban dan saksi tersebut.

"Kalau semua UU itu perspektifnya seperti ini itu nanti UU HAM mereka minta lagi dana abadi HAM, KPAI minta lagi dana abadi anak Indonesia, ini jumlahnya berapa hingga bisa disebut dana abadi," kata dia.

Terakhir, Sugiat meminta penjelasan mengenai masukan poin penguatan kerja sama LPSK dengan lembaga penegak hukum lain, misalnya interpol dan sebagainya. Di hadapan jajaran LPSK, Sugiat mengingatkan agar usulan yang diajukan ke Komisi XIII DPR RI tidak melanggar UU yang lain.

"Saya pikir hal-hal seperti ini yang tidak boleh menyulitkan kita nanti kita mengesahkan, kan yang menjalankan LPSK, jangan sampai menyulitkan LPSK," katanya.

Pada kesempatan itu juga, Sugiat meminta LPSK agar terus mengomunikasikan poin-poin yang tertuang dalam RUU LPSK. Dia ingin Komisi XIII DPR dan LPSK membahas setiap pasal dan ayat dengan komperehensif.

"Kita berharap nanti pasal per pasal ayat per ayat, kita dengan LPSK karena LPSK yang punya kepentingan yang sangat teknis dalam kaitan revisi UU LPSK maka kita bahas satu persatu sehingga tidak ada lagi problem-problem teknis di kemudian hari," tegasnya.

 

 

 

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi XIII Sugiat Santoso LPSK Baleg Gerindra




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :