
Ilustrasi sedang kelelahan (Foto: albayan)
Jakarta, Jurnas.com - Setelah puluhan tahun dianggap sebagai gangguan psikosomatik, sindrom kelelahan kronis atau ME/CFS akhirnya menunjukkan jejak biologisnya. Studi genetik berskala besar dari Inggris mengungkap delapan sinyal genetik yang terkait dengan penyakit ini.
Penelitian dilakukan oleh proyek DecodeME yang melibatkan lebih dari 16.000 pasien dengan diagnosis resmi ME/CFS. Ini merupakan analisis genetik terbesar yang pernah dilakukan terhadap kondisi tersebut.
Temuan ini menunjukkan bahwa faktor genetik turut memengaruhi kemungkinan seseorang mengembangkan ME/CFS. Beberapa sinyal genetik yang ditemukan berkaitan dengan nyeri kronis, sistem imun, dan respons tubuh terhadap infeksi.
Keterkaitan ini sejalan dengan pengalaman banyak pasien yang melaporkan gejala ME/CFS pertama kali muncul setelah mengalami infeksi. Lonjakan kasus pasca-pandemi juga memperkuat dugaan bahwa virus bisa menjadi pemicu utama penyakit ini.
Salah satu sinyal genetik yang teridentifikasi sebelumnya sudah dikaitkan dengan rasa sakit berkepanjangan, salah satu gejala utama ME/CFS. Tiga sinyal lainnya berhubungan dengan respon imun awal terhadap mikroba seperti virus dan bakteri.
Hal ini membuka peluang baru dalam memahami bagaimana ME/CFS berkembang dan bagaimana sistem imun berperan dalam prosesnya. Para peneliti menyebut temuan ini bisa menjadi dasar pengembangan terapi yang lebih akurat.
Sebagian besar gen yang terlibat aktif di jaringan otak, terutama di area yang mengatur persepsi nyeri dan pertahanan tubuh. Ini menambah bukti bahwa ME/CFS memiliki dimensi biologis yang nyata, bukan sekadar gangguan psikologis.
Namun, temuan ini masih perlu dikaji lebih lanjut. Dari tiga kumpulan data yang dianalisis, hanya dua yang berhasil mereplikasi hasil temuan delapan sinyal genetik tersebut.
Perbedaan hasil ini kemungkinan besar disebabkan oleh variasi dalam definisi dan proses diagnosis ME/CFS di berbagai kelompok studi. Meski begitu, konsistensi dua dataset utama tetap menjadi landasan kuat bagi riset lanjutan.
Pakar yang tidak terlibat dalam studi, seperti Dr. Alena Pance dan Dr. Alan Carson, menyambut baik hasil ini namun mengingatkan bahwa masih banyak yang harus dipahami. Mereka menekankan bahwa seperti pada kondisi kompleks lain, satu temuan genetik tidak langsung mengarah pada solusi pengobatan.
Meski begitu, DecodeME menjadi bukti bahwa ilmu pengetahuan mulai mengejar ketertinggalannya dalam memahami ME/CFS. Bagi banyak pasien yang selama ini tidak dipercaya, ini adalah bentuk validasi yang telah lama ditunggu.
Sonya Chowdhury, CEO Action for ME dan salah satu kontributor studi, menyebut temuan ini sebagai titik balik. Ia mengatakan bahwa dunia sains kini mulai mendengar suara pasien yang selama puluhan tahun merasa diabaikan.
DecodeME menandai langkah penting dalam mengangkat ME/CFS ke level yang setara dengan penyakit genetik lainnya. Untuk pertama kalinya, ada landasan ilmiah yang jelas untuk memahami dan menangani penyakit yang selama ini tersembunyi dalam keraguan. (*)
Sumber: Science Alert
KEYWORD :Studi genetik Sindrom Kelelahan Kronis ME/CFS