Sabtu, 18/05/2024 18:01 WIB

Putusan MA Soal Pernikahan Beda Agama Diharapkan Memagari Multitafsir

Kita semua berharap, dengan keluarnya putusan tersebut, mulai hari ini dan seterusnya tidak terjadi lagi multitafsir dari para hakim dan masyarakat terkait perkawinan beda agama.

Wakil Ketua MPR, Yandri Susanto. (Foto: Humas MPR)

Jakarta, Jurnas.com - Wakil Ketua MPR RI Yandri Susanto menyambut baik putusan Mahkamah Agung (MA) yang melarang hakim mengabulkan permohonan pernikahan beda agama.

Dia berharap putusan tersebut dapat memagari multitafsir terkait pernikahan beda agama.

"Kita semua berharap, dengan keluarnya putusan tersebut, mulai hari ini dan seterusnya tidak terjadi lagi multitafsir dari para hakim dan masyarakat terkait perkawinan beda agama," ujar Yandri dalam keterangan resminya, Kamis (19/7).

Sebelumnya, MA mengeluarkan surat Edaran Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat Beragama yang Berbeda Agama dan Kepercayaan.

Putusan ini ditujukan kepada para Ketua/Kepala Pengadilan Tingkat Banding dan para Ketua/Kepala Pengadilan Tingkat Pertama di seluruh Indonesia. Putusan itu dikeluarkan pada 17 Juli 2023 dan ditandatangani Ketua MA M Syarifuddin.

Berikut bunyi petikan dalam surat edaran MA (SEMA) tersebut:

Untuk memberikan kepastian dan kesatuan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antarumat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan, para hakim harus berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:

1. Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu, sesuai Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

2. Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan.

Surat edaran ini dikeluarkan MA merespons pro kontranya putusan PN Jakpus yang mengizinkan pernikahan beda agama antara pasangan islam dan kristen. Selain berdasarkan UU Adminduk, hakim mengambil putusan itu mendasarkan alasan sosiologis, yaitu keberagaman masyarakat.

"Heterogenitas penduduk Indonesia dan bermacam agama yang diakui secara sah keberadaannya di Indonesia, maka sangat ironis bilamana perkawinan beda agama di Indonesia tidak diperbolehkan karena tidak diatur dalam suatu undang-undang," ucap hakim Bintang AL dari pertimbangan penetapannya sebagaimana dikutip wartawan.

 

KEYWORD :

Warta MPR Yandri Susanto pernikahan beda agama Mahkamah Agung




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :