Minggu, 28/04/2024 17:18 WIB

Pengamat Sebut UU KUHP Ancam Kebebasan Berpendapat

Pengamat Sebut UU KUHP Ancam Kebebasan Berpendapat

Diskusi publik mengenai UU KUHP di Jakarta (Foto: Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Undang-Undang KUHP yang disahkan DPR berpotensi membelenggu kebebasan berpendapat. Akibatnya, sistem demokrasi di Indonesia akan semakin mundur.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo pada Rabu (7/12). Menurut dia, UU KUHP menambah panjang daftar kemunduran demokrasi dalam lima tahun terakhir.

Kunto menjelaskan, berdasarkan analisis terhadap pemberitaan media online pada periode 2020-2021, ancaman terhadap penyempitan ruang sipil cenderung meningkat. Sektor yang paling banyak muncul adalah kriminalisasi tambang dan masyarakat.

"Hal tersebut diperparah dengan adanya semacam insinuasi pada aktivis, pelabelan SJW (Social Justice Warrior), yang terorkestrasi terhadap berbagai bentuk protes atas situasi-situasi tersebut di media sosial pada banyak isu," ujar Kunto, dalam diskusi publik bertajuk `Penyempitan Ruang Sipil dan Upaya Membangun Partisipasi yang Bermakna` di Jakarta.

Dia menegaskan, KedaiKOPI melakukan riset untuk menemukan strategi baru guna mendorong partisipasi masyarakat sipil yang lebih bermakna sejak 2021. Riset kualitatif dilakukan dengan mengundang tiga elemen aktivis muda, jurnalis, dan pimpinan beberapa organisasi masyarakat sipil (CSO) di Indonesia untuk mengikuti focus group discussion (FGD).

Berdasarkan studi tersebut, terdapat beberapa hal yang bisa diinisiasi bersama untuk membangun partisipasi publik yang bermakna.

"Saatnya mendorong aktivis muda merasakan pengalaman langsung dalam aktivisme dan partisipasi," ujar dia.

Kunto menjelaskan bahwa terdapat peluang kolaborasi antara media dan organisasi masyarakat sipil untuk mengamplifikasi isu-isu terkait kondisi riil penyempitan ruang sipil.

"Upaya-upaya partisipasi harus benar-benar diarahkan untuk orientasi publik, tidak hanya reaktif tapi juga kontinual dan menghindari terjebak pada aktivisme yang berorientasi administrasi dan sekadar normative," lanjut Kunto.

Sementara itu, Asfinawati selaku pegiat HAM Sekolah Tinggi Hukum Jentera, dan Pantoro Kuswardono sebagai Koordinator Koalisi Keadilan Iklim, sepakat bahwa UU KUHP mempersempit ruang gerak sipil.

"Jaman Orba dan sekarang tak ada bedanya. Aksi buruh, selama pak Jokowi jadi presiden hanya sekali boleh di depan istana. Sekarang selalu di Patung Kuda, seperti kembali ke masa Orba," ungkap Asfinawati.

"Jurnalis sekarang terancam akibat disahkannya KUHP. Karena tiga tahun lagi ada pasal pidana untuk jurnalis setelah KUHP disahkan," tambah dia.

Sedang Pantoro mengatakan, masalah penyempitan ruang gerak sipil yang ditimbulkan oleh UU KUHP berdampak erat pada isu lingkungan.

"Sejauh sistem yang dibangun pemerintahan yang terserah apa adanya, maka upaya kami untuk mengawal isu lingkungan tidak akan jalan," jelas Pantoro.

KEYWORD :

Undang-undang KUHP Kebebasan Berpendapat KedaiKOPI




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :