Minggu, 19/05/2024 00:40 WIB

Stunting di Banten, Peneliti Sebut Masih Ada Warga Anggap Imunisasi Haram

Stunting di Banten, Peneliti Sebut Masih Ada Warga Anggap Imunisasi Haram.

Ilustrasi imunisasi anak. (Foto: Dok. Generali Indonesia)

JAKARTA, Jurnas.com - Provinsi Banten merupakan satu dari 12 provinsi yang menjadi prioritas percepatan penurunan stunting nasional. Prevalensi stunting di provinsi ini berada pada angka 24,5 persen, selisih 0,1 persen di atas angka prevalensi stunting nasional 24,4 persen.

Peneliti Riset Kependudukan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Oktriyanto menyebutkan adanya sikap permisif dari masyarakat Banten terhadap stunting dan stigma negatif dari masyarakat terhadap imunisasi. Dua hal ini berdampak terhadap upaya percepatan penurunan stunting di Provinsi Banten.

"Di tingkat masyarakat ada sikap permisif di mana orang tua tidak menolak anaknya dikatakan stunting, bahkan menggagap bahwa stunting itu pendek dan itu merupakan hal biasa, sehingga sulit diberikan intervensi," kata Oktriyanto seperti dikutip dari rilis BKKBN, Minggu (30/10).

"Selain itu ada stigma negatif terhadap imunisasi. Sebagian besar masyarakat Banten beranggapan imunisasi itu haram dan menganggap tanpa vaksin (vaksin dasar Baduta) anak mereka tetap sehat," kata Oktriyanto.

Lebih jauh, Oktriyanto memaparkan masih tingginya pernikahan usia dini, di bawah usia 19 tahun dan rendahnya kesadaran ibu dalam pemberian ASI eksklusif kepada bayinya merupakan faktor penyebab utama prevalensi stunting di Banten.

Berdasarkan data, Oktriyanto mengatakan sebanyak 10.302 pasangan usia subut (PUS) melahirkan terlalu muda. Sebanyak 429.408 PUS melahirkan terlalu tua. Berdasarkan PK 2021, di Provinsi Banten terdapat 9.699 PUS melahirkan terlalu dekat, dan 473.191 PUS melahirkan terlalu banyak.

Berdasarkan Pendataan Keluarga tahun 2021 (PK-21), di Banten terdapat 77.571 keluarga tidak memiliki sumber air minum utama layak dan 158.967 keluarga tidak memiliki jamban layak.

"Padahal Sanitasi berupa ketersediaan air bersih dan jamban memainkan peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak," kata Oktriyanto.

Selain penelitian di masyarakat, upaya percepatan penurunan stunting di Banten juga terkendala persoalan di tingkat pengelola program Percepatan Penurunan Stunting seperti penyerapan dana Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) yang tidak menyebut secara eksplisit penggunaan untuk stunting.

Pemaparan Oktriyanti itu disampaikan pada Workshop Studi Kasus Pembelajaran Baik di Provinsi Banten yang digelar Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kamis (17/10/2022) di Hotel Ledian Serang.

Sementara itu, Sekretaris Perwakilan BKKBN Provinsi Banten Yuda Ganda Putra mengatakan Provinsi Banten merupakan salah satu provinsi yang sudah membentuk TPPS di seluruh tingkatan wilayah, dari tingkat Provinsi sampai dengan tingkat Desa.

Selain itu, disebutkan olehnya bahwa Provinsi Banten diahir tahun 2021 telah membentuk TPK sebanyak 24.408 orang yang terdiri dari Bidan, Kader KB dan Kader PKK yang tugasnya adalah mengawal program Percepatan Penurunan stunting di tingkat lini lapangan.

"Saat ini jumlah penduduk Banten sampai dengan Juni 2022 sebesar 11,79 juta jiwa, hal ini bisa menjadi potensi bagi Provinsi Banten dalam proses pembangunan, tidak hanya di wilayah Banten saja tapi juga harus mampu mendukung dua kegiatan prioritas nasional, yaitu meningkatkan SDM berkualitas dan berdaya saing dan revolusi mental," kata Yuda.

Dalam paparannya, Yuda menyebutkan Penyelenggaraan Program Bangga Kencana harus bisa terukur dan dapat dievaluasi, salah satunya adalah dengan enam sasaran strategis, yang pertama terkait dengan TFR Banten di akhir 2021, memiliki target 20,9 namun pencapaian sampai dengan tahun 2021 baru mencapai 24,3.

Kemudian yang kedua terkait dengan CPR, target Banten ada diangka 61,39 persen,diakhir 2021 masih diangka 56,9 persen. Sementara Kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi/UnmetNeed di Banten masih sangat tinggi, yakni 26,7 persen, dari target 8,98 persen.

Kemudian angka Kelahiran Menurut Kelompok Umur 15-19 tahun/Age SpecificFertilityRatio (ASFR) di Banten berada diangka 17,21 per kelahiran sementara targetnya 9 per 1.000 kelahiran. Tinggi angka ASFR ini, berbanding lurus dengan tingginya prevelensi stunting di Banten.

Selanjutnya sasaran strategis selanjutnya adalah Meningkatnya Median Usia Kawin Pertama (MUKP) dimana targetnya adalah 22,1, sedangkan diakhir Desember 2021 masih diangka 20,9 dan yang terakhir Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga) di Banten, di angka 53,56 dari target 63,46.

"Keenam sasaran strategis program Bangga Kencana tersebut apabila dikaji lebih terkait enam sasaran strategis tersebut, akan memberikan dampak pada tingginya angka prevalensi stunting di Indonesia, khususnya di Provinsi Banten," katanya.

Sementara itu, Koordnator Satgas PPS Provinsi Banten dalam paparannya menyampaikan sejauh ini kinerja percepatan penurunan stunting sudah baik, peringkat ke-2 Nasional, setelah DIY.

Kegiatan tersebut dihadiri oleh Sektretaris TPPS Provinsi Banten dan Kabupaten Kota, Koordinator Bidang Pengendalian Pelayanan Intervensi Spesifik dan Sensitif Provinsi dan Kabupaten/Kota, Koordinator Bidang Koordinasi dan Konvergensi Provinsi an Kabupaten/ Kota, Koordinator Data, Monitoring, Evaluasi dan Knowledge management Provinsi Kabupaten/Kota, Tim Penyusun Policy Brief serta Satgas PPS Provinsi Banten.

KEYWORD :

Imunisasi Haram Stunting Banten Oktriyanto




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :