Sabtu, 18/05/2024 12:16 WIB

Sengketa Merek, WPI Diminta Lebih Kooperatif

Sengketa Merek, WPI Diminta Lebih Koopoeratif

Founder PT Lumbung Padi Indonesia, Luwia Farah (paling kiri) menggugat anak usaha Wilmar International (Foto: Muti/Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Pelapor dalam kasus sengketa merek dagang `Petani Indonesia Hebat`, Luwia Farah Utari, meminta PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) lebih kooperatif.

Pasalnya, penyelidikan kasus tersebut tak kunjung tuntas, karena sejumlah saksi dari pihak WPI tidak memenuhi panggilan polisi atas adanya dugaan tindak pidana merek dagang yang tertuang dalam Laporan Polisi No. LP/B/5594/XI/2021/SPKT/Polda Metro Jaya.

Sebagai pelapor, Farah sangat menyayangkan sikap WPI ini karena menghambat proses penyelidikan polisi.

"Kami menunggu itikad baik dari pihak WPI agar kasus ini bisa tuntas dan keadilan dapat ditegakkan," kata Fauzan Hadi Ramadhan selaku salah satu anggota tim kuasa hukum dari Farah.

Kasus ini, lanjut Fauzan, sesungguhnya tidak rumit, namun berlarut-larut karena sikap pihak WPI yang cendrung kurang mendukung proses hukum perkara yang ditangani Polda Metro Jaya.

Pihak Farah sudah mengantongi bukti penggunaan merek dagang Petani Indonesia Hebat bersama logonya pada produk beras yang diproduksi dan diperdagangkan oleh WPI, yang tidak bisa dibantah.

Luwia Farah melaporkan kasus dugaan tindak pidana merek dagang ini ke Polda Metro Jaya pada November 2021 karena menemukan etiket merek dagang `Petani Indonesia Hebat` miliknya yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM dengan nomor register IDM 000669433 digunakan WPI tanpa izin.

Pada awalnya, merek ini digunakan oleh perusahaan milik Farah yaitu PT Lumbung Padi Indonesia (LPI) yang begerak di bidang usaha pengilingan padi modern di Mojokerto, Jawa Timur dengan investasi ratusan miliar rupiah.

Selain membuka lahan seluas enam hektar sebagai proyek percontohan, ia juga bekerjasama dengan Satake Corporation Japan untuk memberikan dukungan teknologi penggilingan padi berkelas dunia.

Kemudian, dia menggandeng Wilmar Group dengan harapan bisa memperkuat kinerja perusahaan dan berkontribusi memperkuat sektor pangan nasional.

"Ada cita-cita luhur dari klien kami. Selain melihat peluang bisnis, melalui PT Lumbung Padi Indonesia Farah juga ingin berkontribusi dalam isu sosial dengan mendorong kebangkitan petani lokal. Inilah latar belakang lahirnya merek Petani Indonesia Hebat," kata Fauzan.

Farah menyatakan bahwa kerjasama dengan Wilmar Group tidak berjalan sesuai harapan. Bahkan, ia harus kehilangan perusahaannya. PT LPI diambil alih oleh konglomerat yang tengah terbelit kasus minyak goreng ini dan mengganti nama perusahaan menjadi WPI.

Masalahnya, WPI tetap menggunakan Petani Indonesia Hebat sebagai brand, padahal merek ini masih atas nama pribadi Farah. Dia baru menyadari tiga tahun setelah pengambilalihan yaitu 2021 lalu.

Selain lewat jalur pidana, Farah juga akan mengajukan gugatan ganti rugi secara perdata senilai Rp5,5 triliun. Sebagai pengusaha kecil, ia merasa sangat dilecehkan oleh Wilmar Group yang nota bene perusahaan asing.

Alih-alih mendukung, konglomerat ini malah mengambil perusahaan yang susah payah dibesarkan selama puluhan tahun, bahkan mereknyapun digunakan tanpa izin.

"Oleh kerena itu, besaran tuntutan ganti rugi itu jangan hanya dilihat dari kehilangan material saja, tapi juga yang kerugian yang bersifat immaterial. Angka itu adalah representasi rasa ketidakadilan yang dirasakan Farah," tutup Fauzan.

Melalui gugutan perdata yang akan dilakukan oleh pihak Farah, juga mengingatkan pengusaha besar agar tidak semena-mena terhadap usaha rakyat kecil, yang merupakan bagian terbesar dari pelaku dunia usaha di Indonesia.

Jika sudah ke pengadilan, dia optimistis hakim mempertimbangkan bukti historis yang melatarbelakangi kasus ini yang menjadi dasar nilai ganti rugi.

KEYWORD :

Luwia Farah PT WPI Wilmar Padi Indonesia Sengketa Merek




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :