Jum'at, 17/05/2024 18:56 WIB

KAHMI Sumut Ancam Gugat Pemerintah Bila Abaikan Vaksin Halal

Dampak dari putusan MA, maka pemerintah harus menyediakan jenis vaksin halal bagi umat Islam.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat meninjau proses pelaksanaan vaksinasi di Jawa Timur. (Foto: Humas Polri)

JAKARTA, Jurnas.com – Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sumatera Utara (SUMUT) berencana melayangkan gugatan kepada pemerintah apabila terus mengabaikan putusan Mahkamah Agung (MA) soal vaksin halal.

Mahkamah Agung telah mengeluarkan Putusan Nomor 31P/HUM/2022 yang memutuskan kewajiban pemerintah untuk memberikan kehalalan jenis vaksin yang dipergunakan untuk covid-19. Putusan itu dikeluarkan sejak tanggal 14 April 2022 lalu.

Sayangnya, hingga hari ini, Kamis (12/5/2022) tampaknya tidak ada political will dari pemerintah untuk mematuhi putusan MA tersebut.

“Vaksin Halal ini mutlak harus diberikan kepada umat Islam, jika tidak, ini jelas pelanggaran hak azasi manusia, umat Islam dirugikan secara nyata,” kata Sekretaris Bidang Hukum Korps Alumni HMI (KAHMI) Sumatera Utara Taufik Umar Dhani Harahap melalui keterangan tertulis yang diterima jurnas.com di Jakarta.

Umar Dhani menegaskan pihaknya akan menuntut pertanggungjawaban pemerintah, baik di pengadilan dan atau di mana pun.

Sementara Ketua Pos Bantuan Hukum Revolusioner (PBHR) Sumatera Utara, Achmad Sandry Nasution mengatakan, sikap pemerintah telah berakibat fatal.

“Karena dengan tidak dipatuhinya putusan MA tersebut, akan merusak tatanan ketatanegaraan Indonesia,” Sandry Nasution.

Setelah sebulan keluarnya putusan tersebut, sambung Sandry Nasution lagi, dan telah menjadi polemik di masyarakat, namun pemerintah belum juga mematuhinya.

“Ini bentuk perbuatan melanggar hukum yang nyata dilakukan pemerintah, ini akan menimbulkan konsekuensi hukum, karena Indonesia ini adalah negara hukum,” paparnya lagi.

Karena, dalam padangan Sandry lagi, sejak keluarnya putusan MA tersebut, program vaksinasi yang dijalankan pemerintah dan jajarannya, masih tidak mengindahkan Putusan MA itu.

“Selama masa lebaran dan arus mudik, vaksinasi masih menggunakan jenis vaksin yang tidak merujuk pada Putusan MA, ini pelanggaran hukum!” katanya mantap.

Dampak dari putusan MA tersebut, ujarnya, maka pemerintah harus menyediakan jenis vaksin halal bagi umat Islam.

“Itu kewajiban Negara yang telah disahkan oleh Putusan MA, tidak bisa diganggu gugat lagi,” tandasnya.

Sementara itu, dalam vaksinasi yang dilakukan setelah keluarnya putusan MA itu, masih banyak jenis vaksin yang ‘tidak halal’ diberikan kepada umat Islam.

“Jangan sampai vaksinasi ini malah merugikan umat Islam, dengan diberikan suntikan vaksin yang mengandung zat babi, ini tidak bisa diterima,” tukasnya berapi-api.

Karena, sambung advokat lulusan Universitas Sumatera Utara itu lagi, kewajiban umat Islam menghindari mengkonsumsi barang yang mengandung babi sudah ditegaskan dalam Al Quran dan Sunnah.

“Vaksin halal itu bentuk kewajiban pemerintah memberikan perlindungan hak hukum bagi umat Islam agar tidak mengkonsumsi barang haram, karena vaksin itu adalah jenis obat dan produk biologi yang wajib memiliki sertifikat halal sesuai aturan UU Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal,” paparnya.

"Maka, jika pemerintah tidak juga mengubah seluruh regulasi pasca keluarnya Putusan MA tersebut, dengan memberikan vaksin halal bagi umat Islam, kami akan tuntut Presiden, Kemenkes dan seluruh jajaran terkait ke pengadilan, karena ini pelanggaran hukum yang nyata,” imbuhnya.

Sampai hari ini, Fatwa MUI yang menegaskan kehalalan vaksin adalah jenis Sinovac, Zivivac, vaksin merah putih.

Sementara dalam program booster, pemerintah masih menggunakan vaksin jenis Astrazeneca, Moderna, Pfizer sebagai vaksin.

“Padahal mereka belum memenuhi syarat sebagaimana UU JPH tadi, itu tidak boleh diberikan kepada umat Islam, karena melanggar Putusan MA, itu dzalim,” tegas Sandry Nasution.

KEYWORD :

KAHMI MA pemerintah vaksin halal




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :