Jum'at, 17/05/2024 10:29 WIB

Hanya Tangkap Kepala Daerah, OTT KPK Dinilai Kurang Galak

Sebab, KPK tidak menyasar oknum-oknum pejabat tinggi negara yang dulu ditangkap. KPK yang dikomandoi Firli Bahuri itu dinilai hanya terlihat ingin bekerja.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman. (Foto: Dok. Medcom.id)

Jakarta, Jurnas.com - Operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap tiga kepala daerah dan satu hakim pada awal tahun ini dinilai masih kurang galak.

Sebab, KPK tidak menyasar oknum-oknum pejabat tinggi negara yang dulu sering diringkus. KPK yang dikomandoi Firli Bahuri itu dinilai hanya ingin terlihat bekerja.

"Itu terbukti yang ditangkap hanya Bupati, padahal dulu tinggi yang ditangkap (anggota) DPR, Menteri-DPR, Menteri kan selalu begitu," kata Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman dalam keterangannya, Senin (24/1).

KPK sebelumnya menangkap dua Menteri yakni Edhy Prabowo dan Juliari Peter Batubara, prestasi itu dinilai bukan hasil Firli Bahuri. Tetapi, 57 orang pegawai KPK yang dipecat, dengan alasan tidak memenuhi syarat asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK).

“Jadi bukan prestasinya Pak Firli yang sekarang. Prestasi Pak Firli hanya ini menangkap tiga kepala daerah dan satu hakim,” cetus Boyamin.

Boyamin menilai jika menangkap kepala daerah seperti berburu di kebun binatang. Sehingga dinilai sangat mudah, jika hanya menangkap setingkat kepala daerah.

“Jadi pasti dapat buruan itu, karena kepala daerah pertama biaya mahal sehingga harus balik modal. Kedua, ya barang kali pengen lebih kaya atau sikap serakah. Ketiga, adalah tidak tahan godaan, karena ketika menjadi kepala daerah banyak hal istimewa yang menjadikan dia berkuasa misalnya proyek, pegawai, mutasi dan promosi,” papar Boyamin.

KPK diminta membuat kinerjanya makin galak. MAKI meminta KPK tidak segan menindak pejabat yang kastanya lebih tinggi dari kepala daerah jika terbukti melakukan koruptif.

"Bisa saja kalau mau serius bisa lebih besar lagi," kata Boyamin.

Sebagaimana diketahui, pada awal tahun 2022, tepatnya 5 Januari 2022 KPK menangkap Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi atas kasus dugaan suap terkait proyek dan lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi. Selain Rahmat Effendi, KPK juga menetapkan delapan orang lainnya sebagai tersangka terkait kasus tersebut.

Sepekan kemudian tepatnya pada 12 Januari 2022, KPK menangkap Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas’ud. Bupati di lokasi calon ibu kota negara baru itu diamankan bersama 10 orang lainnya.

Dia diduga menerima suap proyek pembangunan jalan bersama Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis. KPK kini tengah menelusuri aliran dana ke Partai Demokrat.

Berikutnya, pada Rabu, 19 Januari 2022, KPK menggelar operasi senyap di wilayah Kabupaten Langkat, Sumatra Utara (Sumut). Dari operasi ini, tim KPK menangkap Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin yang diduga terlibat dugaan suap.

Pada Kamis, 20 Januari 2022, KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Jawa Timur. Mereka ialah hakim Itong Isnaeni Hidayat, panitera pengganti Hamdan, dan pengacara Hendro Kasiono. Ketiganya diduga terlibat suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Surabaya.

KEYWORD :

MAKi KPK Tak Galak OTT Kasus Korupsi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :